Jenderal Besar Berbintang Lima
Karena jasa dan pengabdiannya yang luar biasa kepada bangsa, Pak Harto menerima
anugerah kenaikan pangkat menjadi Jenderal besar berbintang lima. Selain Pak Harto,
juga menerima anugerah yang sama adalah almarhum Jenderal TNI Soedirman yang
pernah menjabat sebagai Panglima Besar TNI, dan Jenderal TNI (Purn) Abdul Haris
Nasution yang pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Bersenjata (Kasab).
Penganugerahan kenaikan pangkat ditandai dengan penyerahan Keputusan Presiden
(masing-masing Keppres No. 44, 45 dan 46/ABRI/1997), tanda pangkat, dan tiga
perangkat pakaian seragam-lengkap ABRI — PDH, PDL dan PDU — oleh Pangab
Jenderal TNI Feisal Tanjung, yang didampingi Kasum ABRI serta para kepala staf ketiga
angkatan dan Kapolri. Penyerahan kepada Pak Harto berlangsung Rabu, 1 Oktober 1997
jam 13.15 Wib di kediaman resmi Pak Harto, Jl. Cendana, Menteng, Jakarta.
Dalam PP No 6/1990 memang telah diatur bahwa dalam struktur organisasi ABRI hanya
dinyatakan bahwa pangkat tertinggi adalah jenderal TNI, laksamana TNI, marsekal TNI
dan Jenderal polisi. Tetapi hal itu telah diubah dengan PP No. 32/ 1997. Khusus untuk
kepangkatan, pangkat jenderal besar, marsekal-besar, dan laksamana- besar yang semula
tidak ada, menjadi ada.
Jabatan Jenderal besar berbintang lima ini tentu saja bukan karena keinginan Pak Harto
sendiri, melainkan keinginan dari jajajaran ABRI bersama para sesepuh ABRI. Dan
pemberian pangkat kehormatan ini adalah sebagai sebuah anugerah dari ABRI kepada
putra-putera terbaik bangsa. Mereka yang pernah mengabdi dan berjasa di dalam sejarah
perkembangan bangsa dan negara RI pada umumnya, TNI pada khususnya, sejak masa
revolusi hingga saat ini.
Jadi Pangkat jenderal besar tersebut, semata-mata bersifat penghargaan dan tidak
mengandung konsekuensi wewenang dan tanggung jawab dalam hirarki keprajuritan,
serta tidak berkaitan langsung dengan struktur organisasai ABRI. Dengan demikian,
kepangkatan tertinggi dalam hirarki keprajuritan dan struktur organisasai ABRI tetap
sampai dengan jenderal bintang empat. Sedang jenderal bintang lima tak lain merupakan
sebuah penghargaan.
Dengan kata lain, pangkat Jenderal Besar bintang lima ini tidak mempunyai rantai
komando ataupun wewenang dalam struktur organisasi ABRI. Namun begitu, ada nilai
kebesaran di dalamnya.
Kepemimpinan dengan Filosofi Jawa
Sesuai dengan filosofi dan latarbelakang budaya Jawa yang dianutnya, tujuan akhir
kepemimpinan Pak harto terhadap bangsa ini tak lain adalah negara tata tenterem kerta
raharja. Artinya, sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945, bahwa segala
kemakmuran dan kesejahteraan adalah semata-mata untuk bangsa Indonesia.
Untuk itu, dilihat dari perjalanan kepemimpinannya, ada tiga unsur pokok dalam konsep
kepemimpinan Pak Harto, yaitu:
Ingarso Sung Tulodo. Artinya, jika menjadi pemimpin (di depan) harus bisa memberi
tauladan atau contoh bagi orang yang dipimpin (tindakannya harus sesuai). Jadi, seorang
presiden, misalnya, harus memberi contoh kepada seluruh rakyat Indo-nesia. Baik itu
cara kerjanya, tindak-tanduknya, dan lain-lain. Jadi pemimpin yang Ingarso Sung Tulodo
itu benar-benar jangan sampai tercela dalam perbuatannya. Harus bisa ditiru, jangan
sampai salah omong.
Ing Madyo Bangun Karso (di tengah-tengah) harus bisa memberi contoh, memberi
inspirasi, motivasi dan semangat. Misalnya, caranya makan, caranya ia bicara dan
berperilaku.
Tuturi andayani Artinya, sebagai pemimpin ia bisa memberi nasehat, memberikan daya,
dorongan atau kekuatan kepada masyarakatnya, anak buahnya, termasuk juga kepada
rakyatnya. Karena pada hakekatnya dia diwarnai oleh suatu sikap yang penuh
kebijaksanaan.
Dengan demikian, sebagai pemimpin Pak Harto membangun pola manajemen sebagai
suatu bentuk manajemen yang univer-sal, dimana ia mampu menjadikan pola manajemen
itu sebagai suatu ilmu dan seni. Dengan begitu manajemen Pak Harto, tidak lain dari
suatu bentuk manajemen yang universal, atau manajemen moderen yang diperkaya
dengan fondasi nilai-nilai moral keagamaan serta nilai-nilai warisan budaya bangsa. Dari
dasar inilah pola kepemimpinan Pak Harto itu dikembangkan. Sebuah kepemimpinan
tegas, namun juga manusiawi.
Sebab secara manusiawi, Pak Harto juga memang memahami betul prinsipnya Sangkan
Paraning Dumadi, berasal dari lima unsur yaitu sedulur papat: tanah air, api, udara, dan
yang kelima adalah Pancer yaitu roh. Pemahaman ini di Jawa dijadikan pegangan hari
seperti Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon. Pertemuan dari etnpat unsur ini ditambah roh,
maka terbentuklah apa yang dissebut dengan manusia.
Bahwa kepemimpinan apa pun juga tak lepas dari pola keseimbangan dari unsur-unsur di
atas sebagaimana telah ditentukan oleh Gusti Allah.
Selain itu di dalam kepemimpinannya Pak Harto juga menunjukkan berbagai kelebihan
dan kemampuan dalam memimpin. Keberhasilannya menjadi seorang pemimpin ini tentu
dilatarbelakangi oleh asas-asas kepemimpinan Pak Harto seperti;
Takwa.
Ing ngarsa sung tulada, memberi teladan kepada anak buah.
Ing madya bangun karsa, aktif dan giat serta menggugah semangat di tengah anak buah,
serta dapat memberikan contoh.
Tuturi handayani, memberi nasihat dan dorongan. Nasihat yang mempunyai daya dan
kekuatan.
Waspada purba wisesa, waspada, mengawasi serta sanggup mengoreksi anak buah.
Ambeg parama arta, sederhana dan tidak berlebih-lebihan. Satya, loyal atau setia
Gemi nastiti, kesadaran dan kemampuan meletakkan prioritas, atau selalu mendahulukan
yang penting
Blaka, kemampuan, kerelaan, dan keberanian mem-pertanggungjawabkan tindakan. Serta
terbuka apa adanya.
Legawa, kemampuan, kerelaan, keikhlasan pada saatnya menyerahkan tanggung jawab
dan kedudukannya kepada generasi berikutnya
Sebagai seorang anak desa yang menapaki perjalanan kehidupannya yang panjang dan
berliku dari bawah, dengan sendirinya kematangan sikap merupakan cerinin dari
kepemimpinannya.
Manajemen Hasta Brata
Kepemimpinan Pak Harto berdasarkan Hasta Brata yakni adalah suatu ajaran tentang
kepemimpinan. Dijelaskannya, Hasta berarti delapan dan Brata berarti sikap atau laku.
Sebagai seorang pemimpin, maka setiap orang harus mengerti bagaimana bersikap
sebagai pemimpin yang baik. Dan Pak Harto memang menerapkan kepemimpinan
dengan Manajemen Hastra Brata l. Secara singkat isi Hastra Brata itu adalah :
Surya yaitu matahari.
Matahari memancarkan sinar terang sebagai sumber kehidupan yang membuat semua
mahluk tumbuh dan berkembang. Seorang pemimpin hendaknya mampu menumbuhkembangkan
daya hidup rakyatnya untuk membangun bangsa dan negara dengan
memberikan bekal lahir dan batin untuk dapat berkarya.
Candra yaitu bulan.
Bulan memancarkan sinar pada kegelapan malam. Cahaya bulan yang lembut mampu
menumbuhkan semangat dan harapan-harapan yang indah. Seorang pemimpin hendaknya
mampu memberikan dorongan atau motivasi untuk mem-bangkitkan semangat rakyatnya
dalam suasana suka dan duka —menghibur di kala susah atau senang.
Kartika yaitu bintang
Bintang memancarkan sinar indah kemilauan, mempunyai tempat yang tepat di langit
hingga dapat menjadi pedoman arah. Seorang pemimpin hendaknya menjadi teladan,
untuk berbuat kebaikan. Tidak ragu menjalankan keputusan yang disepakati, serta tidak
mudah terpengaruh oleh pihak yang akan menyesatkan.
Angkasa yaitu langit.
Langit itu luas tak terbatas, hingga mampu menampung apa saja yang datang padanya.
Seorang pemimpin hendaknya mempunyai keluasan batin dan kemampuan
mengendalikan diri yang kuat, hingga dengan sabar mampu menampung pendapat
rakyatnya yang bermacam-macam.
Dahono yaitu api.
Api mempunyai kemampuan untuk membakar habis dan menghancurkan segala sesuatu
yang bersentuhan dengannya. Seorang pemimpin hendaknya berwibawa dan berani
menegakkan kebenaran dan keadilan secara tegas dan tuntas tanpa pandang bulu.
Maruta yaitu angin.
Angin selalu ada dimana-mana, tanpa membedakan tempat serta selalu mengisi semua
ruang yang kosong. Seorang pemimpin hendaknya selalu dekat dengan rakyat, tanpa
membedakan derajat dan martabatnya, bisa mengetahui keadaan dan keinginan
rakyatnya. Mampu memahami dan menyerap aspirasi rakyat.
Samudra yaitu laut/air.
Laut, betapapun luasnya senantiasa mempunyai permukaan yang rata dan bersifat sejuk
menyegarkan. Seorang pemimpin hendaknya menempatkan semua orang pada derajat
dan martabat yang sama, sehingga dapat berlaku adil, bijaksana dan penuh kasih sayang
terhadap rakyatnya.
Bumi yaitu bumi/tanah.
Bumi mempunyai sifat kuat dan murah hati. Selalu memberi hasil kepada siapapun yang
mengolah dan memeliharanya dengan tekun. Seorang pemimpin handaknya berwatak
sentosa, teguh dan murah hati, suka beramal dan senantiasa berusaha untuk tidak
mengecewakan kepercayaan rakyatnya.
Manejemen kepemimpinan Hasta Brata inilah yang tampak menonjol pada Pak Harto,
kepemimpinan berdasarkan keseimbangan dan simbol-simbol pada alam di samping
filosofi Jawa, serta landasan dasar keagamaan yang kuat.
Seorang Yang Penuh Disiplin
Seorang pemimpin haruslah mempunyai disiplin yang tinggi. Karena, dengan disiplin
yang tinggi, seorang pemimpin akan memperoleh kredibilitasnya sebagai pemimpin yang
dipatuhi oleh bawahannya maupun dapat memancarkan kharisma dan kewibawan dalam
dirinya. Dan itu juga dilakukan Pak Harto.
Dengan latarbelakangnya sebagai militer, Pak Harto adalah seorang yang penuh disiplin.
Dan berupaya perfek dalam bekerja. Di dalam pelaksanaan tugas sehari-hari selaku
Presiden misalnya, Pak Harto, rata-rata pukul 08.30 sudah harus berada di kantor, Istana
atau Bina Graha. Kemudian pulang ke kediaman di Jalan Cendana pukul 14.30 untuk
istirahat sebentar, shalat lohor dan makan siang. Kemudian ia bekerja lagi.
Kadang-kadang tidur sejenak kalau terlalu lelah dan capek. Tetapi sering cukup istirahat
di kursi, duduk-duduk merenung sambil mengisap cerutu, rokok kretek atau kelobot.
Sampai malam, ia masih bekerja, menerima tamu dan para menteri pembantunya secara
informal. Dan ini dilakukannya secara ru-tin hampir setiap hari.
Trilogi Pembangunan
Untuk membangun bangsa Indonesia dari keterpurukan, Pak Harto tentu memiliki konsep
dasar sebagai landasan ia bekerja. Untuk itu, Pak Harto memperkenalkan konsep Trilogi
Pembangunan pada awal pelita I.
Pak Harto membangun fondasi pembangunan Indonesia yang dikenal dengan "Akselerasi
Pambangunan 25 tahun dengan 8 jalur pemerataan" dengan konsep dasar Trilogi
Pembangunan, yaitu Stabilitas Nasional, Pertumbuhan Ekonomi dan Pemerataan. Ini
artinya, stabilitas nasional mutlak diperlukan bila pertumbuhan ekonomi akan digalakkan
atau dilaksanakan. Bila pertumbuhan ekonomi berjalan, maka pemerataan pembangunan
menjadi tujuan dan dapat dilaksanakan. Karena itu bagi Pak Harto, rehabilitasi politik
dalam rangka stabilitas nasional menjadi perlu. Berikutnya, mengacu pada pertumbuhan
ekonomi dan pembangunan di segala bidang, hingga bermuara pada pemerataan hasilhasil
pembangunan bagi seluruh bangsa Indonesia.
Ini karena Pak Harto menetapkan Trilogi Pembangunan, yaitu (1) Pemerataan
pembangunan dan hasil-hasilnya akan menuju tercapainya keadilan sosial bagi seluruh
rakyat Indonesia. (2) Pertumbuhan ekonomiyang cukup tinggi, dan (3) Stabilitas nasional
yang sehat dan dinamis pada gilirannya berbuah pada kemajuan bangsa dan rakyat
Indonesia secara keseluruhan.
Pak Harto meletakkan dasar-dasar pembangunan berkelanjutan melalui Pelita, dan
menetapkan Trilogi Pembangunan sebagai strategi untuk tinggal landas menuju
masyarakat Indo-nesia yang adil dan sejahtera. Stabilitas nasional dibutuhkan agar bisa
dilakukan pembangunan (pertumbuhan ekonomi) dan setelah adanya pertumbuhan
ekonomi (kue nasional) maka dapat dilakukan pemerataan. Maka menurut Pak Harto,
stabilitas nasional diperlukan untuk kelancaran pembangunan, juga untuk menarik minat
para investor asing guna ikut menggerakkan roda ekonomi dan membuka lapangan kerja.
Sebab, tanpa pertumbuhan ekonomi tidak akan ada pemerataan hasil-hasil pembangunan.
Trilogi Pembangunan —Stabilitas Nasional, Pertumbuhan Ekonomi dan Pemerataan—
adalah memang strategi kunci pembangunan yang dilaksanakan dalam pemerintahan Pak
Harto. Hal ini juga ditiru oleh negara-negara tetangga kita seperti Singapura dan
Malaysia yang sangat selektif dalam melaksanakan demokrasi. Karena itu kedua negara
tersebut hingga kini terus mengalami kemajuan.
Di Singapura, misalnya, pada masa awal pertumbuhannya hanya terdapat sebuah koran
saja guna mengamankan stabiilitas di dalam negeri. Sementara itu, Malaysia di bawah
kepemimpinan Mahatir Mohammad sangat mengutamakan stabilitas nasional dan
pembangunan ekonomi. Bahkan, dengan berani dan tegas — demi menjaga stabilitas - ia
berani memecat wakil perdana Menteri Anwar Ibrahim yang diam-diam akan melakukan
"reformasi" di negara jiran, Malaysia.
Membuat Konsep GBHN
Pak Harto adalah pemimpin yang bekerja berdasarkan konsep. Selain itu juga
berdasarkan mekanisme dan peraturan yang ada. Karena itu, kebijaksanaan pembangunan
Pak Harto selalu dibekali oleh Tap-Tap MPRS, antara lain; melaksanakan pembangunan
lima tahun pertama, menyederhanakan partai-partai politik dalam kehidupan Demokrasi
Pancasila, dan melaksanakan Pemilu sebagai wujud dari pembangunan demokrasi di
negeri ini. Karena Pak Harto menyadari, selaku pimpinan nasional ia memperoleh
mandat dari MPR.
Maka berdasarkan mandat tersebut, disusun perencanaan pembangunan lima tahun
pertama —dari 1969/1970 sampai 1973/1974- Strategi Pak Harto, pembangunan
pertanian dengan dukungan industri, dengan sasaran; cukup pangan, cukup sandang,
cukup papan, cukup lapangan kerja, dan meningkatkan pendidikan serta kebudayaan
sesuai dengan kemampuan. Bappenas menyusun perencanaan pembangunan makro,
sedangkan departemen dan lembaga melaksanakannya.
Di dalam pidato lisannya di Pasar Klewer, Solo (9 Juni 1971), Pak Harto memaparkan
bahwa masyarakat adil dan makmur hanya bisa terwujud bilamana melakukan
serangkaian pembangunan dalam segala bidang. Untuk sampai ke tujuan tersebut
diperlukan waktu yang bertahun-tahun dan dilakukan secara bertahap.
Kalau setiap tahap diperlukan lima tahun, maka untuk lima tahap diperlukan waktu 25
tahun. Dalam tempo sepanjang itu, baru akan sampai pada landasan penting; yaitu
perkembangan industri dan pertanian yang seimbang.2
Pemikiran Pak Harto di Pasar Klewer inilah kemudian dirumuskan dan dijadikan konsep
GBHN yang diajukan di dalam Sidang Umum MPR hasil Pemilu 1971. Titik tolaknya,
apa yang ada di dalam UUD 1945, bahwa Presiden diangkat oleh MPR untuk waktu 5
tahun dan boleh dipilih kembali.
Di dalam pidatonya itu pula, Pak Harto dengan tegas menolak setiap teror keagamaan.
Indonesia bukan negara sekuler, bukan pula negara teokratis, tetapi Negara yang
berdasarkan Pancasila.
Menyederhanakan Partai
Karena bangsa Indonesia tengah membangun, maka stabilitas politik haruslah senantiasa
dijaga dan terpelihara. Dan di mata Pak Harto Pembangunan Bangsa harus lebih
diutamakan. Pembangunan dalam arti yang sesungguhnya. Disamping itu, berdasarkan
pengalaman di masa lalu menunjukan, dengan banyak jumlah Partai Politik - ratusan
partai politik pada Pemilu 1955- sama sekali tidak mengun-tungkan bagi iklim
pembangunan nasional yang akan dikembangkan oleh Pak Harto ke masa depan.
Kita tahu, pada Pemilu tahun 1955 misalnya, karena begitu banyak Partai, maka fraksifraksi-
pun demikian banyak. Friksi-friksi dan benturan kepentingan pun muncul dimanamana
sehingga institusi Politik bernama partai itu menjadi kurang mampu membawakan
keinginan rakyat.
Untuk itu, setelah melewati Pemilu 1971, Pak Harto melakukan penyederhanaan partai.
Terlebih karena telah diterimanya Pancasila sebagai sebuah konsensus nasional merubah
perjuangan Partai Politik.
Kehidupan fraksi tidak lagi memperjuangkan ideologi partai, melainkan
berdasarkanprogram oriented. Sementara Fraksi-fraksi yang mempunyai program yang
sama, tumbuh menjadi badan koordinasi dan konsultasi yang merupakan embrio penyederhanaan
partai-partai yang terjadi kemudian. Dari sini kita dapat melihat proses
terbentuknya tiga kekuatan sosial politik saat itu, yakni PPP, PDI dan Golkar.
Terbentuknya PPP (Partai Persatuan Pembangunan)
Karena kesamaan program, spiritual material, yaitu penekanan pembangunan spiritual
tanpa mengabaikan aspek material dalam pembangunan nasional, terbentuklah Fraksi
Persatuan Pembangunan pada tanggal 9 Pebruari 1968.
Fraksi ini mengadakan konsultasi dan koordinasi antar wakil-wakil NU, Parmusi, PSII
dan Perti.Setelah Pemilu 1971, maka fungsi koordinasi dan konsultasi ini ditingkatkan
menjadi fusi atau peleburan partai-partai se-program, maka pada tanggal 5 Januari 1973
lahirlah PPP (Partai Persatuan Pembangunan).
Lahimya Partai Demokrasi Indonesia (PDI)
Persamaan program perjuangan dalam pembangunan nasional telah menyatukan partaipartai
PNI, Katholik, Parkindo, IPKI dan Murba untuk menyusun badan koordinasi dan
konsultasi. Pada tanggal 9 Maret 1970 terbentuklah kelompok Demokrasi Pembangunan.
Sejalan dengan lahirnya PPP, maka kelompok ini pada akhirnya melahirkan fusi partaipartai
anggotanya yang kemudian pada tanggal 10 Januari 1973 lahirlah PDI (Partai
Demokrasi Indonesia).
Terbentuknya Golongan Karya
Pada tanggal 20 Oktober 1964 terbentuk Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber
Golkar) dalam front Nasional. Sekber Golkar ini beranggotakan 61 Organisai yang tidak
berafiliasi kepada salah satu partai, termasuk keluarga besar ABRI. Dalam sidang umum
6 Nopember 1964, Sekber Golkar berhasil mengesahkan Anggaran Dasar/Anggaran
Rumah Tangga-nya. Perstiwa G-30 S/PKI memberi kesempatan kepada Sekber Golkar
untuk menunjukkan perannya.
Dalam Musyawarah Kerja Nasional II tanggal 2-7 Nopember 1967, anggota Sekber
Golkar telah mencapai 291 organisasi fungsional. Jumlah ini berkurang dengan keluarnya
beberapa organisasi yang bergabung dalam pembentukan Partai Muslim Indonesia tahun
1969, antara lain Muhammadiah, Gasbiindo, HSBI, Nadhatul Watthan, dan lain-lain.
Kemudian pada tahun 1969 diadakan penyederhanaan. Terbentuklah 7 Kino (Kelompok
Induk Organisasi) yakni Soksi, Kasgoro, MKGR, Kakari, Profesi, Ormas Hamkam dan
Gerakan Pembangunan yang membawahi 201 organisasi fungsional. Dan pada inilah
kemudian melebur menjadi satu kekuatan.
Dengan demikian, di era orde baru terdapat tiga partai besar yaitu PPP, PDI dan Golkar.
PPP merupakan fusi dari partai-partai Islam, PDI fusi dari partai-partai nasionalis dan
agama non-Is-lam, sedangkan Golkar fusi dari berbagai organisasi golongan karya.
Maka sejak itu, sampai Pemilu 1997, hanya tiga kekuatan politik tersebut yang berhak
mengikuti Pemilu. Dalam Pemilu lima tahunan, Golkar selalu unggul sebagai peraih kursi
terbanyak, sementara ABRI tetap mendapat jatah 100 kursi.
Membesarkan Golkar
Kebesaran Golkar tak bisa dilepaskan dari peran Pak Harto. Karena memang Pak Harto
lah yang ikut mendorong membangun dan membesarkan Golkar. Seperti juga kelahiran
Orde Baru tidak dapat dipisahkan dengan peranan Pak Harto, demikian pula halnya
Golkar yang notabene dulu bernama Sekber (Sekretariat Bersama) sebagai cikal bakal
berdirinya Partai Golkar ini, juga berkat bantuan Pak Harto. Dalam per-jalanannya,
Sekber Golkar tumbuh sebagai kekuatan sosial politik yang diperhitungkan. Bahkan
hingga saat ini, Golkar mampu menunjukan sebagai partai yang matang.
Dengan dukungan Pak Harto, terutama sebagai Ketua Dewan Pembina Golkar,
kemenangan Golkar dalam Pemilu 1971, dan kemenangan pada pemilu-pemilu
berikutnya tak bisa dilepaskan dari andil Pak Harto. Golkar yang mempunyai tugas dan
peran menjaga keutuhan Pancasila dan UUD 1945, diakui atau tidak, memperoleh
dukungan dan binaan Pak Harto.
Hal ini tentu saja berkaitan untuk mengamankan kebijakan pembangunan yang tengah
dilaksanakan. Dan harus pula diakui, dengan dukungan Pak Harto, Golkar menjadi lebih
ter-konsolidasi dan menjadi kekuatan sosial politik utama dalam orde baru.
Pemilihan Umum
Setelah tidak diselenggarakan selama 15 tahun -sejak Pemilu pertama tahun 1955— dan
untuk mewujudkan demokrasi Pak Harto selaku mandataris MPR menyelenggarakan
Pemilu 1971 berdasarkan UUD 1945. Dalam pandangan Pak Harto selaku kepala negara,
Pemilu merupakan barometer kemampuan bangsa di dalam menyalurkan aspirasi rakyat
secara demokratis dan realistis. Bagaimana pun, menurut Pak Harto Pemilu bukanlah alat
untuk merusak sendi-sendi demokrasi dan tidak menyebabkan rakyat menderita dan
saling gontok-gontokan. Tujuannya, menciptakan stabilitas politik, demokrasi yang sehat,
sehingga harus dilaksanakan dengan tertib, jujur, dan dengan penuh kesadaran.
Pemilu 1971 menghasilkan Golkar yang semula terdiri dari 200 organisasi keluar dengan
satu tanda gambar, memenangkan 227 kursi, NU 58 kursi, Parmusi 24 kursi, PNI 20
kursi, dan Parkindo, Partai Katolik dan Murba mendapat sisa dari 360 kursi DPR yang
dipilih.
Sedangkan ABRI mendapat jatah 100 kursi, sehingga DPR memiliki total 460 kursi. Pada
Pemilu 1971 ini Pak Harto dipilih dan diangkat kembali kembali menjadi
Presiden/Mandataris MPR untuk periode 1973-1978, didampingi Wakil Presiden Sri
Sultan Hamengku Buwono IX.
Pemilu berikutnya, 1977, diikuti oleh tiga kekuatan politik, yaitu PPP yang merupakan
fusi dari partai-partai agama (Islam), PDI fusi dari partai-partai nasionalis dan agama
(non-Islam) dan Golkar. Sejak itu sampai Pemilu 1997, Golkar memenangkan mayoritas
kursi DPR.
Demokrasi Pancasila tak bisa dipisahkan dengan Pemilihan Umum sebagai wujud suatu
pesta demokrasi. Pemilu yang
berlangsung lima tahun sekali itu merupakan pendidikan politik bagi seluruh bangsa.
Dengan menerapkan azas LUBER (Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia). Pemilu
pertama di masa Pak Harto, tahun 1971, memang berlangsung scara tertib
berkesinambungan 5 tahun sekali, sesuai dengan amanat dalam Undang -Undang.
ABRI Tidak Berpartai
Bagaimana dengan ABRI? Sikap Pak Harto sangat jelas, bahwa ABRI sebagai tentara
nasional adalah kekuatan nasional yang independen dan tidak mengikuti Pemilu. Karena
ABRI bukanlah sebuah partai politik, dan tidak mempunyai hak pilih. Adapun kedudukan
ABRI di DPR sesungguhnya tak lain untuk menjaga keutuhan NKRI, Pancasila dan UUD
1945. Bahwa peran ABRI - termasuk kehadirannya di DPR — menurut Pak Harto sudah
jelas untuk menjaga bangsa ini, dimana ABRI sebagai penjaga kedaulatan berbangsa dan
bernegara. Menjaga keutuhan NKRI sekaligus untuk membentengi dan menjaga
Pancasila dan UUD 1945 agar tidak berubah.
Karena itu, menurut Pak Harto ABRI memang tidak perlu berpartai. ABRI memang tak
punya hak suara dalam Pemilu, namun mempunyai perwakilan yang cukup memadai
untuk mempertahankan Pancasila di badan legislatif. Pak Harto berharap dan
menghendaki bahwa Pancasila tak boleh digoyang oleh siapa pun, dan disinilah letak
tanggung jawab ABRI terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk juga
dalam kedudukannya di DPR.
Karena itu, sesuai dengan tugas dan perannya maka ABRI dalam hanya mendapat jatah
kursi saja di DPR. ABRI ditetapkan tidak mengikuti Pemilu, dan memperoleh jatah 100
kursi tetap di DPR, kecuali di dalam DPR hasil Pemilu 1999 dimana jatah ABRI hanya
tinggal 75 kursi, yang nantinya - secara gradual -ABRI tidak lagi mempunyai jatah di
DPR.3
Melaksanakan Repelita
Rencana Pembangunan Lima Tahun diterapkan Pak Harto dalam kepemimpinannya.
Dalam pelaksanaan pembangunan yang telah berjalan mulai dan dicanangkan mulai 1
April tahun 1969, dapat dilihat prioritas dan kebijaksanaan pembangunan yang dilakukan
Pak Harto.
Dilancarkannya Trilogi Pembangunan merupakan kebijak-sanaan umum pembangunan.
Kita dapat melihat secara pokok perkembangan dan kemajuan dari Pelita satu ke Pelita
lain dengan membandingkan prioritas dan program tiap Kabinet Pembangunan yang
melaksanakan pembangunan pada tahap bersangkutan.
I. Repelita I tahun 1969-1974
Pelita Pertama ini memberikan prioritas pembangunan pada sektor pertanian dan industri
yang mendukung sektor pertanian. Kabinet pembangunan I menentukan Panca Krida
sebagai pro-gram kerja, yakni:
a.Menciptakan stabilitas politik dan ekonomi sebagai syarat mutlak berhasilnya Rencana
Pembangunan Lima Tahun dan Pemilihan Umum.
b.Menyusun dan melaksanakan Repelita c.Melaksanakan Pemilihan umum paling lambat
5 Juli 1971
d.Mengembalikan ketertiban dan keamanan masyarakat dengan mengikis habis sisa-sisa
G-30 S/PKI dan setiap rongrongan, penyelewengan serta pengkhianatan terhadap
Pancasila dan UUD 1945. e.Melanjutkan penyempurnaan dan pembersihan secara
menyeluruh aparatur negara baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah.
II. Repelita II tahun 1974-1979
Dalam pelita kedua ini, prioritas pembangunan tetap diletakkan di sektor pertanian
dengan meningkatkan industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku.
Program kerja Kabinet Pembangunan II disebut Sapta Krida, berisi:
a.Memelihara dan meningkatkan stabilitas politik b.Memelihara dan meningkatkan
stabilitas ekonomi
c.Memelihara dan meningkatkan keamanan dan ketertiban
d.Menyelesaikan Pelita I dan melaksanakan Pelita II berdasarkan GBHN
e.Meningkatkan kesejahteraan rakyat
f.Meningkatkan penertiban dan pendayagunaan aparatur negara.
III. Repdita III tahun 1979-1984
Repelita ketiga ini menitik beratkan pembangunan sektor pertanian menuju swasembada
pangan dan meningkatkan industri yang mengolah bahan baku menjadi barang jadi.
Kabinet Pembangunan III melakukan tugasnya dengan pro-gram yang disebut Sapta
Krida, yang isinya :
a.Terciptanya keadaan dan suasana yang makin menjamin tercapainya keadilan sosial
bagi seluruh rakyat dengan makin meratakan pembangunan dan hasil pembangunan.
b.Terlaksananya pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi c.Terpeliharanya stabilitas
nasional yang makin mantap
d.Terciptanya aparatur negara yang makin bersih dan berwibawa
e.Terbinanya persatuan dan kesatuan bangsa yang makin kokoh, yang dilandasi oleh
Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4)
f.Terlaksananya Pemilu yang Luber (Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia) dalam
rangka memperkuat kehidupan demokrasi Pancasila.
g.Makin berkembangnya politik Luar Negeri yang bebas dan aktif untuk diabdikan
kepada kepentingan nasional dalam rangka memperkuat Ketahanan Nasional.
IV. Repelita IV tahun 1984-1989
Pelita keempat ini tetap menitik beratkan pembangunan sektor pertanian untuk
melanjutkan usaha-usaha menuju swasembada pangan dengan meningkatkan industri
yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri, baik industri berat maupun ringan
yang akan terus dikembangkan daam repelita-repelita selanjutnya.
Untuk itu Kabinet Pembangunan IV yang dibentuk bulan Maret 1983 menetapkan
Pancakrida sebagai program kerja, yang berisi:
a.Meningkatnya Trilogi Pembangunan yang didukung oleh Ketahanan Nasional yang
makin mantap.
b.Meningkatnya pendayagunaan aparatur negara menuju terwujudnya Pemerintahan yang
bersih dan berwibawa.
c.Meningkatnya pemasyarakatan ideologi Pancasila dalam mengembangkan demokrasi
Pancasila dan P4 dalam rangka memantapkan Persatuan dan Kesatuan bangsa.
d.Meningkatnya pelaksanaan Politik Luar Negeri yang bebas dan aktif untuk kepentingan
nasional.
e.Terlaksananya Pemilu yang Luber dalam tahun 1987.
Demikian secara singkat Repelita atau Rencana Pembangunan Lima Tahun adalah satuan
perencanaan yang dibuat oleh pemerintah Orde Baru di bawah kepemimpinan Pak Harto
adalah sebagai berikut:
Repelita I (1969 - 1974) bertujuan memenuhi kebutuhan dasar dan infrastruktur dengan
penekanan pada bidang pertanian.
Repelita II (1974 - 1979) bertujuan meningkatkan pembangunan di pulau-pulau selain
Jawa, Bali dan Madura, di antaranya melalui transmigrasi.
Repelita III (1979- 1984) menekankan bidang industri padat karya untuk meningkatkan
ekspor.
Repelita IV (1984 - 1989) bertujuan menciptakan lapangan kerja baru dan industri.
Repelita V (1989 - 1994) menekankan bidang transportasi, komunikasi dan pendidikan. 4
Delapan Jalur Pemerataan
Kebijaksanaan politik pemerintah dalam masalah keadilan sosial dilihat menurut
perspektif peranan negara dalam kehidupan masyarakat, meliputi aspek-aspek hakekat,
sifat, tujuan dan lapangan tugas negara dalam teori dan praktek, serta kegiatan-kegiatan
pemerintah untuk mencapai tujuannya. Hal ini jelas tersurat dan tersirat dalam
Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 yang berbunyi: "Negara melindungi segenap
bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan
umum, mencerdaskan kehidupan bangsa".
Perhatian pemerintah untuk mewujudkan keadilan sosial dalam pembangunan, ditekanan
dalam Repelita IV yang dijelaskan oleh Pak Harto:
"Secara keseluruhan, maka keadilan sosial akan mendapat tempat utama dalam Repelita
IV dengan melanjutkan, memperluas dan memberi kedalaman-kedalaman pada
pelaksananan 8 jalur pemerataan yang selama ini telah kita tempuh".
Adapun delapan jalur pemerataan yang dimaksud oleh Pak Harto adalah:
a. Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak, khususnya sandang, pangan
dan perumahan.
b. Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan.
c. Pemerataan pembagian pendapatan.
d. Pemerataan kesempatan kerja.
e. Pemerataan kesempatan berusaha.
f. Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan, khususnya bagi generasi
muda dan kaum wanita.
g. Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh tanahair.
h. Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan
Dari sini sangat jelas keberpihakan Pak Harto pada rakyat melalui 8 jalur pemerataan
yang dimaksud. Artinya semua memang untuk kepentingan rakyat.
Akan tetapi kemudian, 8 Jalur Pemerataan itu dirubah karena dalam keadaan bangsa
Indonesia yang masih miskin, berbagai usaha pemerataan memang sulit terwujud. Ibarat
membagi kue, apa yang mau dibagi? Karena memang kuenya tidak ada. Pada waktu itu
Bung Hatta berpendapat, sebaiknya memang membuat kue lebih dahulu. Sesudah kue itu
ada baru kemudian dibagi.
Usaha membuat kue, dilanjutkan dengan membangun industri, pembagian kue-nya
adalah pembagian lapangan kerja. Untuk membangun kue yang besar diperlukan
ketenangan kerja. Maka tumbuhlah Trilogi Pembangunan. Dahulu trilogi pembangunan
pertama diutamakan pada pemerataan, baru keittudian pembangunan dan sabilitas.
Namun, Trilogi terakhir yang diutamakan adalah stabilitas nasional —dimana dalam
membangun diperlukan stabilitas politik dan keamanan agar investor dalam dan luar
negeri memperoleh ketenangan--kemudian pembangunan dan terakhir pemerataan.
Karena itu, stabilitas menjadi kunci bagi langkah pembangunan dan pemerataan dari hasil
pembangunan itu.
Dwi Fungsi ABRI
Sebagai salah satu kekuatan bangsa, sejarah kelahiran ABRI tak dapat dipisahkan dari
kekuatan rakyat dan rakyat itu sendiri. Karena ABRI dilahirkan memang dari dan untuk
rakyat dalam menjaga dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik In-donesia.
Karena itu menurut Pak Harto, peran ABRI tak dapat pula dipisahkan dari kerangka
pembangunan nasional. ABRI tidak semata-mata menjadi kekuatan hankam, tapi juga
sebagai stabdisator dan dinamisator pembangunan bangsa. Untuk itulah Dwi Fungsi
ABRI diwujudkan dan dilaksanakan.
Dalam kaitannya dengan dwi fiingsi ABRI ini, Pak Harto sendiri pernah menyatakan :
"Seperti pernah saya kemukakan dalam berbagai kesempatan, khususnya di depan sidang
DPR tanggal 16 Agustus 1981, adanya ketentuan undang-undang yang sampai sekarang
masih berlaku ialah pengangkatan 1/3 anggota MPR dari ABRI adalah didasarkan atas
konsensus nasional dalam rangka pengamanan secara kontitusional
PancasiladanUUD1945.
Sebab pasal 37 UUD 1945 menyatakan bahwa perubahan terhadap UUD dapat dilakukan
jika dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis dan disetujui oleh
sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir. Dengan pengangkatan anggota
ABRI 1/3 jumlah anggota Majelis itu, maka seandainya pada suatu saat sidang umum
MPR berkehendak untuk mengadakan perubahan UUD berdasarkan pasal 27, maka
anggota-anggota ABRI yang diangkat akan dapat mencegah maksud sidang umum MPR
itu dengan cara tidak menghadiri sidang.
Karena dengan tidak menghadiri sidang Majelis anggota ABRI yang 1/3 dari seluruh
jumlah anggota MPR, maka sulit MPR dapat mencapai Quorum 2/3 anggota. Dengan
demikian maka maksud MPR merubah UUD itu tidak terlaksana.
Lalu pada kesempatan lain, Pak Harto juga mengatakan ;
"Undang-undang juga menentukan bahwa sebagai kekuatan sosial, ABRI bertindak
selaku dinamisator dan stabilisator yang bersama-sama kekuatan lainnya memiliki tugas
dan tanggungjawab mengamankan dan men-sukseskan perjuangan bangsa dalam mengisi
kemerdekaan demi kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. "
Dalam melaksanakan fungsi tadi ABRI turut secara aktif dalam meningkatkan dan
memperkokoh ketahanan nasional dan aktif turut serta dalam kehidupan kenegaraan dan
pemerintahan, mengembangkan demokrasi Pancasila dan kehidupan konstitusional
berdasarkan UUD 1945 serta dalam segala usaha dan kegiatan pembangunan nasional.
Fungsi sebagai kekuatan sosial ini dipercayakan oleh negara dan bangsa kepada ABRI
sekali-kali tidak untuk kepentingan ABRI sendiri. Meleinkan untuk kepentingan
keseluruhan, bangsa dan Negara.
Fungsi tadi dipercayakan untuk tujuan yang lebih mulia demi perjuangan bangsa dan
kesejahteraan rakyat, antara lain dalam rangka ketahanan nasional dan pengembangan
demokrasi Pancasila.
Dalam menanggapi suara-suara keberadaan ABRI dari masyarakat yang mempertanyakan
kembali keberadaan ABRI pada lembaga DPR. Pak Harto mengatakan,
"Dalam kerangka kehidupan demokrasi Pancasila ini perlu dicatat duduknya ABRI dalam
lembaga perwakilan rakyat. ABRI yang lahir pada awal perang kemerdekaan sesudah
proklamasi kemerdekaan yang melahirkan negara Republik Indonesia telah membentuk
pula kepribadiannya ialah memandang dirinya sebagai kekuatan bangsa dan pejuang citacita
kemerdekaan, bukan semata-mata sebagai alat negara".
Nah, disinilah letak suasana kerohanian dan landasan sejarah yang melahirkan dwi fungsi
ABRI. Bagi ABRI, apa yang sekarang disebut dwi fungsi itu, yakni fiingsi sebagai alat
Hankam dan fungsi sebagai kekuatan Sospol merupakan salah satu perwujudan dari nilainilai
1945. Sementara kita tahu, sesungguhnya secara historis, Peranan ABRI sebagai alat
pertahanan maupun sebagai kekuatan sosial politik itu telah dilaksanakan sejak semula
jauh sebelum dikenal istilah dwi fiingsi.
Apabila ada pendapat yang tidak menyetujui adanya atau diteruskannya dwi fungsi
ABRI, apabila timbul kekhawatiran bahwa dwi fungsi ABRI apabila berlangsung lama
dan dilaksanakan oleh generasi muda yang tidak menghayati sendiri perjuangan tahun
1945 akan menjurus ke arah diktator, maka sumber kekhawatiran ini mungkin berasal
dari kurang dipahami sejarah perang kemerdekaan dan sejarah kelahiran ABRI, kurang
disadarinya kebutuhan dan kepentingan bangsa dimasa depan dan terlebih-lebih karena
tidak berpijak kepada kepribadian nasional.
Demikianlah, pada masa kepemimpinan Pak Harto, Dwi fiingi ABRI telah diterima dan
telah menjadi sistem tersendiri dalam kerangka ketatanegaraan dan kehidupan politik
bangsa, yang dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan landasan falsafah Pancasila dan
UUD 1945. Sebaliknya, mengusahakan hilangnya dwi fungsi akan berarti diperlemahnya
ketahanan nasional, karena akan mengurangi sinkronisasi usaha di bidang ini, terutama
ketahanan di bidang politik dan hankam.
Bahkan tidak mustahil apabila ABRI dipaksakan untuk meninggalkan dwi fungsi dan
menjadikannya hanya sebagai alat hankam seperti negara-negara lain tidaklah mustahil
cepat atau lambat, ABRI akan terasing dari soal-soal perjuangan bangsa dan akan
mendorong ABRI untuk melahirkan diktator militer.
Manunggal ABRI dan Rakyat
ABRI dan rakyat adalah satu. Hal itulah yang selalu dikatakan Pak Harto dan
dibuktikannya dengan saling bergotong-royong, bahu membahu demi terciptanya sebuah
kebersamaan. Karena itu dalam rangka manunggal ABRI dan rakyat di era Pak Harto,
maka dicanangkan Program apa yang disebut AMD (ABRI Masuk Desa) dimana ABRI
masuk ke desa, ke tengah-tengah rakyat, dan bersama-sama rakyat bergotong-royong
membangun desa, jembatan, jalan dan lain sebagainya yang merupakan sarana dan
prasarana desa. Hasilnya memang dapat dirasakan oleh hampir semua warga pedesaan di
seluruh Indonesia, ABRI menyatu dengan rakyat.
Berbeda dengan negara-negara lain, ABRI di negeri ini lahir dari rakyat. Pada waktu
proklamasi 17 Agustus 1945, Republik Indonesia belum mempunyai ABRI. Pada bulan
Agustus 1945 ketika di Jogya, Pak Harto bersama-sama dengan bekas tentara Jepang
yakni PETA (Pembela Tanah Air) dan bekas Heiho dan juga bersama-sama dengan
rakyat membentuk BKR (Badan Keamanan Rakyat) yang kemudian menjadi TKR
(Tentara Keamanan Rakyat).
Nah, dari TKR ini kemudian diubah lagi menjadi TRI (Tentara Republik Indonesia) dan
kemudian menjadi TNI (Tentara Nasional Indonesia). Jadi TNI yang kemudian bersama
dengan Polisi menjadi ABRI di Republik Indonesia ini lahir bersama-sama rakyat. Dari
rakyat dan untuk rakyat. Dan Pak Harto tidak pernah melupakan asal-usul ini, termasuk
juga dalam penerapan konsep dan kebijakan Manunggal ABRI dan Rakyat.
Tidak Mengenal Sipil Militer
Meskipun Pak Harto berlatarbelakang militer, namun ia tak pemah menempatkan para
pembantunya dari militer. Termasuk juga jabatan Wakil Presiden sebagai pendampingnya
dalam menjalankan roda pemerintahan. Jabatan Wakil Presiden di masa Pak Harto sangat
bervariasi, baik itu dari jabatan sipil, tentara, teknokrat, bahkan juga raja.
Kabinet Orde Baru dikenal dengan nama Kabinet Pembangunan. Penilaian rakyat tampak
dalam hasil pemilihan Umum dan hasil Sidang Umum MPR hasil Pemilu. Tahun 1973,
Pak Harto terpilih kembali menjadi Presiden RI untuk masa 1973-1978, di dampingi Sri
Sultan Hamengku Buwono IX sebagai wakil Presiden. Sultan Hemengku Buwono sendiri
adalah seorang raja.
Tahun 1978, terpilih kembali dengan wakil Presiden Adam Malik, untuk periode 1978-
1983. Siapa pun tahu, Adam Malik dikenal sebagai wartawan yang kemudian menjadi
Menteri Luar Negeri. Kemudian Sidang Umum MPR 1983, kembali terpilih menjadi
Presiden RI periode 1983-1988 didampingi Umar Wirahadikusumah sebagai wakil
Presiden. Tahun 1988-1993 di dampingi Sudharmono sebagai wakil Presiden dan tahun
1993-1998 dengan wakil Try Sutrisno, kemudian pada 1998 terpilih kembali dengan
wakil Presiden B.J. Habibie yang kita tahu adalah seorang teknokrat.
Demikian halnya juga dengan menteri atau anggota kabinet, Pak Harto justru lebih
banyak menempatkan orang-orang sipil, baik itu dari kalangan teknokrat, ilmuwan
akademisi, pengusaha, dan kelompok professional yang dipilihnya berdasarkan
kompotensi yang dimiliki masing-masing individu, disamping tentunya loyalitas dan
profesionalitas mereka menjadi ukuran.
Pemimpin Yang Tidak Menggurui
Pak Harto adalah tipe pemimpin yang mampu mengen-dalikan dirinya, dan ia bukan
seorang pemimpin yang suka menggurui.6 Kepribadian yang dimiliki Pak Harto sungguh
luar biasa. Pak Harto sungguh menghormati orang lain. Jop Ave yang sudah lebih dari 20
tahun bekerja dengan Pak Harto mengungkapkan banyak pelajaran yang ia petik,
bagaimana Pak Harto mengambil keputusan. Lebih lanjut dikemukakan:
"Kalau kita bertanya, kenapa begini? Kenapa tidak begitu? Disini beliau tidak pernah
menggurui.Beliau jelaskan, kenapa faktor ini mesti diperhatikan. Saya banyak belajar
dari beliau. Dari beliau saya selalu berpikir: makro-mikro, mikro-makro. Kalau
menghadapi persoalan, bagaimana keputusan mikro, tapi apa dampak makro? Kalau
keputusan makro, bagaimana terwujud dalam mikro. Ini adalah melatih diri bagaimana
memikirkan secara luas. Itu adalah kemampuan yang luar biasa dari Pak Harto.
Kesabaran Pak Harto juga luar biasa, ditambah lagi sopan santun beliau sangat tinggi dan
itu tidak dibuat-buat."
Memang Pak Harto juga seorang pemimpin yang menyadari bahwa ia mempunyai hak
dan tanggungjawab. Selain itu Pak Harto mempunyai kemampuan untuk membaca tanda
zaman dan mengambil tindakan sesuai dengan tuntutan zaman. Pak Harto selalu melihat
ke depan, dan berpikir jangka panjang. Karena itu Pak Harto sesungguhnya adalah juga
seorang pemimpin yang visioner. Karena dia memang memiliki visi yang jauh ke depan.
Mencipta Kader Pimpinan
Pak Harto adalah seorang King maker. Seorang tokoh yang melahirkan banyak kader
pemimpin. Banyak kader Pak Harto yang kemudian muncul sebagai para tokoh dan
pemimpin negeri ini, termasuk juga di era sekarang. Tak sedikit mereka adalah orangorang
yang pernah belajar kepada Pak Harto.
Dan Pak Harto pun tak sungkan-sungkan pula membantu mereka. Semisal, hampir semua
ajudan Presiden semasa Pak Harto - yang merupakan orang-orang pilihan, yang
kemudian dapat menempati posisi-posisi strategis dan menjadi para pemimpin. Namanama
seperti;
Kapolri Jenderal Pol Sutanto, Dibyo Widodo, Kunarto (mantan Kapolri), Letjen (purn)
Soeyono, Jenderal (purn) Wiranto, Soeryadi, Try Sutrisno, Kentot Harseno, Hamami
Nata, Soemarno, dan masih banyak lagi adalah mereka yang pernah menjadi ajudan Pak
Harto.
Kita tahu, hampir semua ajudan Pak Harto memang terdiri dari orang-orang pilihan. Tak
heran, mereka akhirnya menempati posisi-posisi bagus di kemudian hari. Menariknya,
para ajudan ini sebelumnya tidak dikenal oleh Pak Harto. Dan bukan Pak Harto yang
memilihnya sendiri.
Artinya, Pak Harto tidak memilih sendiri ajudannya, melainkan para ajudan tersebut
diajukan oleh masing-masing angkatan baik itu dari TNIAD, AL, AU, dan Kepolisian
melalui Mabes ABRI yang tentunya telah melewati proses seleksi yang panjang.
Ahli Strategi Militer
Pak Harto dikenal sebagai seorang ahli strategi. Dalam bidang militer, telah terbukti
keberhasilannya. Beberapa strategi militernya yang cukup menonjol antara lain adalah :
Pada tahun 1949, di bawah komandonya Tentara Nasional Indonesia melakukan serangan
dan menguasai kota Yogyakarta dari tangan Belanda selama 6 jam, yang dikenal dengan
Serangan Oemoem 1 Maret.
Arti penting dari serangan ini tentulah bukan sekadar Pak Harto menguasai Yogya selama
6 jam pada tahun 1947. Namun, dampak dari aksi serangan terhadap dunia
internasionallah yang menjadi target. Karena ini sifatnya memang sangat strategis,
dimana akhimya dunia internasional bisa melihat bahwa Tentara Nasional Indonesia
masih ada dan memiliki kemampuan tempur untuk melawan agresi Belanda yang ingin
menguasai kedaualtan negara Republik Indonesia, dan tidak mau mengakui kemerdekaan
RI pada-17 Agustus 1945.
Pada tahun 1963 pembebasan Irian Barat (sebagai Panglima Komando Mandala di masa
kepemimpinan Presiden Soekarno) Pak Harto juga mengukir jasa besar bagi sejarah
perjuangan bangsa dan negara RI ketika ia memegang kendali sebagai Penglima
Mandala.
Dengan kedudukannya, ia berhasil operasi militer berdasarkan Trikora untuk pembebasan
Irian Barat dari cengkraman penjajahan Belanda, sehingga sejak 1 Mei 1963 wilayah
tersebut kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Repulik Indonesia dan selanjutnya
menjadi propinsi ke-26 dengan nama Irian Jaya. Hal ini didukung pula melalui Pepera di
Irian Barat pada tahun 1969, dimana masyarakat Irian memilih mengga-bungkan diri ke
dalam pangkuan Ibu Pertiwi.
Peristiwa penting lainnya yang membuktikan kepiawaian Pak Harto adalah;
Pada tahun 1965, saat peristiwa G30S/ PKI meletus pada 30 September 1965, sebagai
Panglima Kostrad, Pak Harto berhasil menggagalkan kudeta yang dilakukan PKI (Partai
Komunis Indonesia). Pak Harto langsung mengambil peran dalam pembubaran dan
penumpasan PKI dengan dukungan rakyat dan mahasiswa.
Dari ketiga peristiwa di atas menunjukan Pak Harto memang seorang ahli strategi dalam
militer yang jarang dimiliki oleh teman-teman seangkatannya pada waktu itu. Karena itu
karirnya menjadi cepat menonjol.
Pemimpin Yang Arif
Pak Harto adalah sorang pemimpin yang arif. la benar-benar dapat mengimplementasikan
manajemen sebagai ilmu sehingga pelaksanaan tugasnya dapat menghasilkan karya-karya
berprestasi secara konsisten dan berkesinambungan.
Disamping itu karakteristik kepemimpinan dan manajemen Pak Harto diperkuat pula
dengan kejujuran atau integritas profesional serta ketaqwaan. Salah satu contohnya,
dalam mengambil keputusan, Pak Harto selalu memikirkan matang-matang —tidak
spontan— karena Pak Harto selalu berpikir untuk jauh ke depan dan tidak pernah berpikir
pendek.
Pak Harto juga selalu dapat menyesuaikan keadaan, ia dapat berempati dengan orang lain
dan tak pernah mencampuri urusan orang lain. Seperti halnya pekerjaan, Pak Harto juga
tak pernah meng-intervensi para pembantu-pembantunya. Itulah sebabnya Pak Harto bisa
disebut sebagai seorang pemimpin yang arif. Kearifan Pak Harto tampak ketika ia
menjalankan roda pemerintahan. Seperti pengakuan Ismail Saleh;
"Saya merasa bersyukur bahwa selama menjabat Jaksa Agung (1981-1984), Presiden
tidak pernah mencampuri urusan Kejaksaan. Pak Harto tidak pernah menanyakan
penyelesaian suatu perkara yang sedang ditangani Kejaksaan dengan menelpon Jaksa
Agung, mengeluarkan perintah tertulis atau lisan. Juga tidak pernah mengirim orang guna
membicarakan sesuatu perkara. Saya benar-benar merasa independen dalam
melaksanakan tugas sebagai Jaksa Agung.
Contohnya adalah kasus M. Yasin yang menghina presiden dan berdasarkan bukti-bukti
hukum yang kuat perkaranya dapat dilimpahkan ke pengadilan. Setelah saya pelajari
174 kasus tersebut lebih mendalam dan kemudian berkesimpulan bahwa lebih banyak
mudaratnya ketimbang manfaatnya untuk diajukan ke pengadilan, maka kasus tersebut
saya deponir dengan mempergunakan wewenang Jaksa Agung berdasarkan asas
oportunitas.
Sebelum saya putuskan untuk dideponir, terlebih dahulu saya laporkan kepada presiden.
Pak Harto pada waktu itu berkata : "Saudara Yasin adalah teman seperjuangan dan tidak
ada permasalahan secara pribadi. Yang dilakukan Saudara Yasin terhadap saya adalah
penghinaan terhadap presiden. Namun apabila perkaranya akan dideponir, saya serahkan
hal tersebut kepada Jaksa Agung."
Sikap Pak Harto tersebut menunjukkan, betapa ia menghormati independensi lembaga
Kejaksaan. Demikian juga lembaga-lembaga lainnya.
Pemimpin Yang Lengkap dan Paripurna
Sesuai dengan kategorisasi kepemimpinan dan manajemen, Pak Harto dapat disebut
sebagai entrepreneurial leader dengan kualitas yang brilian. Pak Harto bisa disebut
sebagai wirausaha dan sekaligus seorang manajer yang handal. Selain itu, Pak Harto juga
memiliki kompetensi profesional (professional competence) yang dirasakan oleh para
pembantu dan orang dekatnya, baik itu menteri maupun teman-teman dekatnya Maka
secara spesifik sosok Pak Harto adalah sesosok pemimpin yang serba lengkap bertolak
dari pribadinya yang :
Mampu memadukan karakter jenderal dan manager puncak
Menjalankan falsafah kepemimpinan Hastra Brata
Menerapkan 11 Azas Kepemimpinan yang mencakup kualitas kepemimpinan sekaligus
kualitas manajer
Penuh sikap kekeluargaan dan memiliki sifat kebapakan
Bersikap terbuka dan transparan
Bersemangat ilmu padi dan selalu ngewongke orang lain
Berorientasi pada kepentingan rakyat, tidak terkecuali di pedesaan
Bersemangat memberdayakan dan mengembangkan SDM
Berlandaskan konstitusi, namun tetap fleksibel dan dinamis
Berakar kuat pada budaya bangsa
Visioner, berintuisi tajam, sekaligus mempunyai informasi yang luar biasa
Berani bertindak tegas kendati mengandung resiko tidak populer
Mengedepankan cara-cara yang demokratis Menguasai permasalahan sampai detil
Memberikan delegasi dan kepercayaan penuh kepada staf Memiliki kebersahajaan dan
kesabaran yang luar biasa
Memang benar. Pak Harto adalah pemimpin yang serba lengkap. Dalam istilah Waren
Bennis, penulis buku Visionary Leadership, Pak Harto dapat diistilahkan juga sebagai a
complete kader alias pemimpin yang paripurna.
Manajemen Pak Harto sebagai Presiden, memiliki ke-canggihan dalam
mengoperasionalkan manajemen. Manajemen Pak Harto tak lain dari universal
manajemen atau manajemen modern, yang diperkaya luar biasa dengan fondasi nilai-nilai
moral keagamaan.
Dengan perkataan lain, manajemen Pak Harto dapat dimasukkan dalam cetakan
manajemen modern, namun lebih kokoh lagi dari sekedar manajemen universal, karena
manajemen Pak Harto diperkaya oleh nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai leluhur bangsa
Indonesia.
Kepemimpinan atau leadership dapat dipelajari bahkan ditemukan, dipupuk dan
dikembangkan. Barangkali ini pulalah proses yang telah terjadi secara kumulatif pada diri
Pak Harto, yang menghantarnya menjadi seorang pemimpin sejati sekaligus menajer
profesional yang diperhitungkan masyarakat dunia.
Bagaimana proses Pak Harto menjadi seorang profesional (dalam konteks leadership dan
manajemen) itulah yang perlu diteladani dalam upaya belajar, menemukan dan mengembangkan
leadership dan kemampuan manajemen yang kita miliki.
Akan halnya Jenderal (Purn) Try Sutrisno, yang pernah mendampingi Pak Harto baik
sebagai ajudan maupun sebagai Wakil Presiden mengungkapkan:
"Secara pribadi saya berpendapat, bahwa Pak Harto merupakan figur pemimpin yang
paripurna. Beliau adalah seorang Jenderal TNI yang mampu bertindak tegas, berani dan
bijaksana atas dasar kebenaran, demi kepentingan bangsa dan negara, dalam setiap
pelaksanaan tugas di manapun dan dalam situasi yang sesulit bagaimanapun.
Beliau juga seorang negarawan yang arif dan demokratis, yang terbukti mampu
membawa bangsa dan negara ke dalam suasana tenang dna stabil, yang memberikan
peluang bagi pelaksanaan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila.
Stabilitas nasional dan keberhasilan pembangunan nasional, ternyata telah terbukti pula
mampu turut menciptakan suasana damai dan sejuk dikawasan Asia Tenggara khususnya
dan dunia pada umumnya. Beliau juga merupakan seorang administrator pembangunan
yang berhasil membawa rakyat mau dan mampu bangkit bergerak untuk meningkatkan
harkat dan martabat kehidupannya, dalam rangka inewujudkan cita-cita nasional, menuju
masyarakat adil makmur dan aman sentosa berdasarkan pancasila dan UUD 1945."
Dengan kata lain menurut Try Sutrisno, sebagai pemimpin yang paripurna, Pak Harto
adalah seorang Jenderal yang berani, tegas dan bijaksana. Selain itu ia juga adalah
seorang negarawan yang arif dan demokratis, yang mampu mengakomodasikan berbagai
pihak, baik di tingkat nasional, regional maupun glo-bal. Secara keseluruhan Pak Harto
adalah seorang admnistrator pembangunan yang brilyan, yang dapat membaca
kecenderungan perkembangan zaman. Lebih lanjut dikemukakan ;
Semua sikap dan pandangan, serta cara berfikir, berbuat dan bertujuan yang beliau miliki
mencerminkan wujud dari pengalaman beliau terhadap nilai-nilai yang beliau miliki itu
berisi kemampuan dalam pengendalian diri, serta mengupayakan agar segala sesuatu
senantiasa berada dalam suasana keseimbangan, keselarasan dan keserasian".
Banyak memang komentar mengenai kepemimpinan Pak Harto. Termasuk juga gaya
kepemimpinannya yang tidak retorik. Berbeda dengan Bung Karno yang dikenal sebagai
orator ulung, Pak Harto justru bukan seorang yang ahli berpidato. Meski gayanya selalu
datar, namun substansi dari isi pidato Pak Harto selalu mempunyai landasan yang kokoh.
Pak Harto memang lebih banyak bekeja ketimbang berbicara.
Pemimpin Yang Kompeten
Dalam kepemimpinan ada tiga kriteria kepemimpinan (lead-ership criteria) yang berlaku
secara universal, yang juga diistilahkan sebagai Core competence bagi seorang pemimpin
sekaligus manajer profesional. Ketiga core competence tersebut adalah;
1. Penguasaan ilmu secara mendalam (depth of knowledge). Dari dimensinya sebagai
sains terapan (applied science), manajemen melibatkan multi disiplin keilmuan seperti
ekonomi, statistik, psikologi, teknik, pertanian, industri, sosiologi, lingkungan hidup,
komunikasi dan sebagainya.
2. Kemampuan mengkorversi pengetahuan (knowledge) menjadi keterampilan (skill).
Ilmu pengetahuan saja, tanpa adanya keterampilan mengaplikasikannya secara kreatif,
dapat disamakan dengan kekayaan yang mubazir atau idle asset.
3. Sikap mental atau attitude yang positif sebagai motor penggerak motivasi, dan juga
sebagai fondasi bagi tegaknya integritas profesional itu sendiri.
Namun untuk menggambarkan kualitas dan kompetensi kepemimpinan ditambahkan lagi
dengan dua kriteria lagi yakni;
4- Penguasaan wawasan yang luas (breadth of understanding), yang dengan itulah
seseorang dapat memimpin dengan penuh kearifan. Inilah yang biasa diistilahkan sebagai
leadership wisdom
5. Mensenyawakan visi, nilai, dan keberanian secara konsisten, yang di lingkungan dunia
usaha diistilahkan sebagai kualitas kepemimpinan yang berdimensi Vision, Value,
Courage.
Dengan demikian, maka lengkaplah Pak Harto bila disebut sebagai pemimpin yang
memiliki kompetensi yang tinggi.
Seorang Yang Demokrat
Dari berbagai pemikiran, ucapan dan tindakan Pak Harto selama ia memimpin, dan
beberapa pemikirannya tentang demokrasi, ia dapat dikatakan sebagai seorang yang
berjiwa demokrat.
Pak Harto konsisten dengan pelaksanaan pembangunan politik seperti yang diamanatkan
oleh UUD 1945. Bahwa, kedaulatan berada di tangan rakyat "dalam permusyawaratan
dan perwakilan" sesuai dengan Pancasila.
Memang, Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat telah menetapkan sistem
demokrasi dalam peme-rintahan sejak proklamasi kemerdekaannya pada tanggal 17
Agustus 1945. Dalam perjalanannya, demokrasi yang dikem-bangkan di Indonesia
mengalami pasang surut pula sebagaimana yang dialami oleh kebanyakan negara yang
baru merdeka. Berbagai istilah dipakai untuk mencari suatu bentuk demokrasi yang
sesuai bagi kehidupan bangsa dan negara Idonesia, mulai dari demokrasi liberal,
parlementer, terpimpin dan akhirnya ditemukan suatu bentuk demokrasi dengan diberi
sebutan Pancasila. Pak Harto mengatakan ;
Demokrasi yang diterapkan di Indonesia adalah demokrasi Pancasila. Bukan demokrasi
ala barat yang liberal, dan tentu saja tidak cocok dengan nafas kehidupan bangsa kita.
Jadi, demokrasi yang kita anut harus tetap berisi elemen-elemen asasi dari inti demokrasi
sebagaimana dijelaskan dalam Pancasila dan UUD 1945. Dan Demokrasi Pancasila ini
sesuai dengan Tap MPRS/XXXVIII/1968.
Karena itu dalam menanggapi munculnya konflik sebagai salah satu ciri demokrasi, Pak
Harto cenderung menekankan bahkan mungkin ingin menghilangkannya. Hal demikian
sangat nampak bagaimana tanggapannya ketika pada sidang umum MPR 1987, muncul
nama dua calon wakil presiden, ia nampak kurang berkenan dan kurang senang.
Sebab menurut Pak Harto, demokrasi kita adalah bulat. Bukan lonjong, katanya waktu
itu. Sebab dampak konflik dari kompetisi dua calon ini tak sesuai dengan demokrasi
Pancasila yang kita anut, yaitu melaksanakan musyawarah dan mufakat guna
menghindari konflik.
Pak Harto memang seorang Demokrat. Namun bukan demokrat gaya barat, namun
demokrat gaya Pancasila yang konsisten menerapkan Demokrasi Pancasila sesuai dengan
ideologi Pancasila dan amanat UUD 1945 yang dianut secara konsisten. Bahwa Pak
Harto sangat meyakini Demokrasi Pancasila sangat cocok diterapkan di republik ini.
Demokrasi Pancasila juga mengenal kebebasan tetapi bukan kebebasan seperti di negaranegara
barat melainkan kebebasan yang bertanggung jawab, artinya sesuai dengan kaidah
Pancasila dan UUD 1945. 10
Pemimpin Yang Dicintai Rakyat
Dalam sepanjang sejarah bangsa ini, hingga kini ada dua pemimpin besar di Republik ini.
Keduanya adalah Bung Karno dan Pak Harto. Keduanya sangat dicintai rakyatnya.
Demikian pula dengan Pak Harto, dengan segala kekurangan dan kelebihannya selama
menjadi Presiden, toh ia masih tetap dicintai rakyat. Tak sedikit rakyat yang masih
mencintai Pak Harto sebagaimana tertulis pada surat-surat berikut
Pak Harto Lebih Baik
Semula saya ikut mendukung reformasi untuk menurunkan Pak Harto dari jabatannya
sebagai Presiden RI. Karena menurut saya, beliau sudah terlalu lama jadi Presiden dan
cenderung otoriter. Tapi setelah reformasi bergulir dan Presiden berganti-ganti sudah
empat kali dari B.J Habibie ke Gus Dur, dari Gus Dur ke Megawati dan dari Megawati ke
SBY, saya mulai merasa menyesal karena terlalu emosional ikut menghujat Pak Harto.
Ternyata beliau jauh lebih baik dari para Presiden penggantinya.
Ketika Pemilu Presiden langsung, saya berharap SBY akan melakukan perubahan seperti
dijanjikannya, ternyata janji-janji itu semua omong kosong. Sehingga rakyat sudah
banyak yang kesal merasa dibohongi. Kemiskinan bertambah dan berbagai malapetaka
pun terjadi. Saya berpikir, barangkali berbagai kejadian itu sebagai peringatan agar kita
menghormati para pejuang dan or-ang tua. Jakarta, September6,2005 (Didy Satriady)
Penyakit dan Bencana
Penyakit dan bencana alam silih berganti terjadi akhir-akhir ini, terutama dalam satu
tahun terakhir ini. Ada gempa dan tsunami, banjir, tanah longsor, kecelakaan di darat,
laut dan udara. Penyakit polio dan busung lapar pun terjadi. Atas semua malapetaka itu,
menurut saya, sudah waktunya bangsa ini terutama para pemimpin dan elit dan aktivis
politik, memohon pengampunan dari Allah Swt, atas segala kesalahan yang tidak
menghormati para pendahulu bangsa ini, termasuk mantan Presiden Soeharto, yang telah
dihujat dan dinistakan pada era reformasi ini.Riau, Agustus 17, 2005 (Adi Teguh
Suwanda)
Terimakasih Pak Harto
Saya seorang ibu rumah tangga, mengucapkan terima-kasih yang sebesar-besarnya
kepada Pak Harto atas kepemimpinannya selama menjadi Presiden. Semoga beliau
beserta keluarga diberi ketabahan dan kesabaran serta kekuatan iman dalam menghadapi
berbagai cobaan. Gorontab, SeptemberOS, 2005 (Ny. ArbainaAbd Sani) Ibu Rumah
Tangga
Pak Harto Idola Saya
Saya mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Pak Harto atas pengabdian dan
jasa-jasanya dalam memajukan dan menyejahterakan negara ini. Walaupun beliau tidak
lagi Presiden, namun saya tetap menjadikan figur beliau sebagai idola saya. Saya
mendengar banyak berita buruk dan desas-desus yang menyudutkan beliau, tapi saya
percaya kalau beliau tidak bersalah. Bogor, ]uni 24,2005(TitiAmaliaSL)
Terukir Indah
Saya sangat bersimpati dan berterimakasih atas semua pengabdian, pengorbanan dan
kepedulian Pak Harto selama ini pada negeri tercinta, Indonesia. Perjuangan Pak Harto
selama ini akan terukir dalam hati saya selamanya.
Semoga Allah swt, memberikan kesehatan, ketenangan dan kebahagiaan kepada Pak
Harto. Jakarta, Mei25, 2005 (Vindy Friyantdanie)
Pernah Menolong Kami
Kami merasa terenyuh, bahkan tak mampu menahan air mata ketika menyaksikan Pak
Harto mengucapkan pidato singkat di TV pada Mei 1998 lalu. Bagi kami sekeluarga, Pak
Harto adalah orang berhati mulia. Beliau pernah menolong kami 23 tahuti lalu, ketika
kami masih di SMEA Kendal. Saat itu karena keadaan yang terpaksa, kami berkirim surat
ke Cendana untuk meminta bantuan biaya sekolah. Dan kami tidak sangka, surat kami
dibalas langsung almarhumah Ibu Tien, disertai nasihat mulia dan uang untuk membantu
sekolah kami. Dan berkat jasa almarhumah Ibu Tien, akhirnya kami lulus tahun 1982.
Sejak saat itu, jasa Pak Harto dan Ibu Tien tak mungkin kami lupakan. Kebayoran Baru,
Jakarta (Yasmadi Ade Suratman)
BapakWong Cilik
Saya seorang anak yatim. Mungkin anak yatim seperti saya, melekat di hati Pak Harto.
Pak Harto adalah idola saya. Karena semangat juang dan jiwa kepemimpinan yang layak
dibanggakan. Saya tidak peduli apa kate mereka tentang Pak Harto dan keluarga. Saya
tetap senang sama Pak Harto sebagai Bapake Wong Cilik. Saya bangga dengan sikap dan
kepemimpinan beliau. Sragen, ]awa Tengah (Yoeni)
Sikap Kenegarawanan
Dari lubuk hati yang paling dalam, saya menyampaikan kesedihan yang tiada dapat
terlukiskan atas keputusan Jenderal Besar HM Soeharto mengundurkan diri dari jabatan
Presiden Republik Indonesia. Pak Harto menampakkan sikap kenegarawanan yang hakiki
dan jiwa besar. Maka bersungkurlah air mata rakyat yang setia dan yang utama sekali
diriku, yang tiada berdaya di desa. SumbawaBesar, NTB (Sobaruddh, SH)
Rakyat Kecil Menangis
Hari Kamis 21 Mei 1998 adalah detik-detik sangat mendebarkan bangsa Indonesia. Di
satu sisi ada yang lega karena tuntutan mahasiswa tercapai dengan reformasinya, di sisi
lain rakyat kecil meneteskan air mata karena Pak Harto melepaskan jabatan Presiden.
Bagaimana tidak, nama Pak Harto sudah melekat di hati rakyat. Keberhasilan
pembangunan di bawah kepemimpinan Beliau sudah terukir di hati rakyat, sehingga
rakyat kecil sulit menerima kemundurannya. Tetapi tak apalah sekarang mundur, untuk
menang kemudian. Saya percaya, pada saatnya nanti putra-putri dan cucu Pak Harto akan
tampil pada kepemimpinan nasional. Purwosari Pasuruan, Jatim (SaifuUah)
Ksatria Berjiwa Besar
Bapak HM Soeharto adalah ksatria berjiwa besar, ksatria yang lapang dada. Kami yakin
suatu hari dan suatu saat nanti kebenaran dan keadilan akan muncul dan berpihak kepada
Pak Harto. Masyarakat akan merasa berdosa dan menyesal dengan tingkah lakunya
sendiri, Insya Allah.
Begitu pula Almarhumah Ibu Hj Tien Soeharto adalah ibu yang berjasa pada keluarga,
nusa dan bangsa, pada agama dan pada sesama manusia. Semoga Allah menerima amal
baiknya dan menempatkannya di tempat yang mulia. Karawang, Jawa Barat (Wasku
Sugiar)
Siapa yang Salah?
Sejak Pak Harto mengundurkan diri, keadaan ekonomi semakin menggila. Harga-harga
bersaing ke atas, sehingga tak terjangkau oleh kaum bawah. Belum lagi harga minyak,
gula dan lain-lain. Orang-orang desa sangat merasakan hidup yang sulit saat ini. Dalam
hal ini siapa yang salah? Sragen, Jawa Tengah (Sumini)
Sekarang Sangat Prihatin
Situasi sekarang membuat saya sangat prihatin. Saya yakin, sekarang ini Bapak Soeharto
dalam keadaan tegar dan sabar. Orang sabar dan selalu tawakal adalah kekasih Al-lah.
Caringin, LabuhanPandeglang (As'ad Surwwijaya)
Tentu saja yang di atas ini hanya merupakan sebagian surat dari ribuan banyak surat
lainnya kepada Pak Harto, yang notabene merupakan penghargaan dan simpati rakyat
kepada mantan Pemimpinnya yang bernama Pak Harto.
Sikap Politik Bebas Aktif
Sikap politik yang bebas dan aktif ini memang mencerminkan konsistensi Pak Harto
terhadap Pancasila dan amanat UUD 1945. Pak Harto membuktikannya dengan
kembalinya Indone-sia menjadi anggota PBB, membuka kembali hubungan diplomatik
dengan Malaysia dan Singapura yang sempat terputus selama era konfrontasi tahun 1964
di masa Orde Lama, juga membuka kembali hubungan diplomatik dengan RRC yang
dibekukan menyusul G-30-S/PKI tahun 1965.
Misalnya, dengan masuknya kembali Indonesia ke dalam PBB, pelopor berdirinya GNB,
anggota OKI (Organisasi Konferensilslam), OPEC (Organisasi Negara-Negara
Pengekspor Minyak), APEC (Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik) dan Anggota G-15.
Kemudian Indonesia juga menjadi pelopor pembentukan Perhimpunan Negara-Negara
Asia Tenggara (ASEAN). Semula ASEAN hanya beranggotakan lima negara, kemudian
bertambah menjadi sepuluh negara. Jakarta disepakati sebagai tuan rumah Sekretariat
Jenderal ASEAN.
Melalui ASEAN Pak Harto mengupayakan terciptanya ketentraman, rasa aman,
kemajuan, kesejahteraan dan kebahagian bersama bagi segenap rakyat di kawasan ini.
ASEAN menjadi kawasan yang damai, bebas dan netral. Ini menjadi konsensus bersama
di antara para negara anggota ASEAN.
Dalam kaitan ini, Indonesia mengedepankan konsep wawasan ketahanan nasional.
Karena diyakini dengan tercapainya ketahanan nasional di masing-masing anggota
ASEAN, maka akan terwujud ketahanan regional. Sejak awal menjadi Presiden, Pak
Harto melangkah dengan prinsip-prinsip utama tersebut.
Diplomasi Internasional Pak Harto
Pak Harto adalah pemimpin yang disegani dalam percaturan diplomasi di dunia
Internasional. Bahkan ia tempat bertanya bagi sebagian pemimpin negara, terutama di
negara-negara Asean. Di dalam membangun hubungan dengan bangsa-bangsa lain, Pak
Harto secara konsekuen menerapkan politik luar negeri yang bebas dan aktif. Pak Harto
tidak ingin memihak kepada salah satu kekuatan besar dunia yang saling berhadapan.
Atas konsistensi sikapnya itu, Pak Harto pun kemudian dipilih menjadi Ketua Gerakan
Non-Blok (GNB).
Perang dingin antara dua kekuatan adidaya (super power) berlangsung tidak lama setelah
berakhirnya Perang Dunia Kedua sampai runtuhnya komunis tahun 1990-an. Dunia
terbagi dalam dua kekuatan, yaitu blok Barat dan Timur, blok antara negara-negara
liberal dan komunis.
September 1985, Pak Harto melakukan muhibah ke Turki, Romania dan Hongaria setelah
melakukan kunjungan serupa ke sejumlah negara Eropa Barat, Australia, negara-negara
Asia dan Timur Tengah, dan tiga kali ke Amerika Serikat. Turki merupakan negara
demokrasi dan sekuler. Sedangkan Ruma-nia, keluar tidak sepenuhnya mengikuti garis
Moskow (Uni Sovyet), tetapi ke dalam sangat sentralistik (sosialis). Sementara Hongaria
lebih liberal ke dalam, tetapi keluar mengikuti garis Moskow.
Setelah melakukan lawatan ke ketiga negara tersebut, Pak Harto semakin meyakini
Pancasila, baik sebagai dasar negara, ideologi maupun pandangan hidup bangsa
Indonesia yang mempunyai kelebihan. Karena Pancasila menyelaraskan pengembangan
individu dan kebersamaan.
Dalam berbagai kesempatan, termasuk di depan Sidang Majelis Umum PBB di New
York, Pak Harto selalu mengedepan-kan kebijakan politik luar negeri Indonesia yang
bebas dan aktif, karena dinilainya paling tepat untuk menjaga kemandirian dan
kemerdekaan nasional secara terhormat. Juga untuk mem-berikan sumbangan bagi
perdamaian, kestabilan dan keadilan dunia.
Kebijakan politik luar negeri tersebut memberi jalan untuk membangun kerjasama aktif
dengan negara-negara di dunia yang benar-benar cinta damai, mengatasi bersama
persoalan-persoalan di dalam mewujudkan keadilan dan kemakmuran bagi seluruh umat
manusia.
Pandangan dan sikap ini tercermin di dalam kebijakan pemerintahannya yang
membangun persahabatan yang tulus dan kerjasama yang saling memberi manfaat
dengan semua negara, tanpa membedakan sistem politik dan sosial yang mereka anut.
Pak Harto, selaku Ketua GNB, selalu memperjuangkan dunia yang adil di berbagai forum
internasional. Pak Harto tidak segan-segan mengkritik ketidakadilan sebagai akibat
kebijakan negara-negara maju yang mengenyampingkan kepentingan negara-negara
miskin dan sedang berkembang. Inilah yang selalu diperjuangkan lewat GNB dan G-15.
Di dalam mewujudkan Tata Ekonomi Dunia Baru, Pak Harto terus berupaya
meningkatkan kerjasama ekonomi sesama negara berkembang. Kepada para Dubes RI,
selalu diingatkan bahwa mereka harus melakukan diplomasi perjuangan sejalan dengan
sejarah lahirnya bangsa Indonesia. Bahwa Indonesia adalah sebuah bangsa yang besar.
Penembak Misterius (Petrus)
Di bawah kepemimpinan Pak Harto, pernah diterapkan pula kebijakan operasi
penembakan langsung kepada para penjahat kaliber, yang waktu itu dikenal dengan
istilah Petrus (Penembak Misterius). Memang pada saat itu, di tahun 1982 an,
kriminalitas meningkat dengan pesat baik kuantitas maupun kualitasnya. Meresahkan
masyarakat, yang tentu saja sangat tidak diharapkan oleh Pak Harto. Bagaimana
pembangunan bisa berjalan jika kriminalitas dibiarkan tak terkendali.
Karena itu, diluar peraturan yang berlaku, Pak Harto pun menerapkan kebijakan
penembakan langsung. Dan waktu itu hampir setiap hari di berbagai tempat ditemukan
mayat para penjahat, di dalam karung, tanpa diketahui siapa yang telah menembaknya.
Dan harus diakui, dengan adanya operasi penembak misterius itu, berhasil mengurangi
angka kejahatan secara signifikan, namun sebagian pihak yang memprotes karena mereka
dihukum tanpa melalui proses peradilan, dan dianggap melanggar HAM. Namun justru
sebagian besar rakyat merasakan manfaat langsung dari adanya Petrus ini.
Pada waktu itu, pers ramai-ramai menulis mengenai kematian sejumlah orang (baca:
penjahat) dengan menyebut penembakan misterius atau di singkat Petrus. Sebenarnya
tidak misterius, karena orang-orang yang ditembak secara misterius itu adalah para
penjahat yang tingkat kejahatannya melebih batas, baik itu kasus perampokan,
pembununah, pemerkosaan dan lain sebagainya.
Karena itu Pak Harto merasa perlu mengadakan treatmen, dan melakukan shock therapy
—terapi goncangan— mayatnya ada yang ditinggalkan, supaya orang mengerti bahwa
setiap perbuatan jahat masih ada yang bisa bertindak dan mengatasinya. Tindakan itu
dilakukan agar bisa menumpas semua kejahatan yang sudah melampaui batas
kemanusiaan. Dan dengan adanya petrus, meredalah kejahatan-kejahatan itu.
Latar belakang operasi ini, tak lain Pak Harto menginginkan situasi aman, nyaman dan
tenang bagi rakyat. Terbukti, banyak rakyat mendukung langkah ini karena mereka
memang benar-benar merasakan manfaatnya. Bahkan lama setelah operasi Petrus, setelah
Pak Harto lengser, dan ketika kriminalitas terus kembali meningkat, banyak rakyat yang
menghendaki Petrus dihidupkan kembali karena manfaatnya sangat besar bagi
ketenangan dan keamanan semua warga masyarakat. Kebijakan ini diambil karena Pak
Harto lebih mengutamakan kepentingan rakyat yang lebih besar.
Sejumlah Jasa dan Keberhasilan Pak Harto
Dari pelbagai data dan fakta selama masa kepemimpinan Pak Harto jelas terurai pelbagai
jasa dan keberhasilan sebagai berikut;
-Tahun 1949 melakukan serangan dan menguasai Yogyakarta dari tangan Belanda selama
6 jam, yang dikenal dengan Serangan Oemoem 1 Maret.
-Setelah terpilih menjadi Presiden, melakukan pem bangunan pesat selama 30 tahun
melalui Repelita I sampai dengan Repelita VI.
-Berhasil (melanjutkan cita-cita Bung Karno) mempersatukan cita-cita negara Non Blok
untuk memperjuang kan kedaulatan negara masing-masing
-Melaksanakan KTT Non Blok di Jakarta
-Melaksanakan Sidang APEC di Bogor
-Meningkatkan pendapatan perkapita dari tahun 1960 sebesar US$ 40 menjadi US$ 1.100
pada tahun 1997
-Meningkatkan GNP dari US$ 4 Miliar pada tahun 1968 menjadi US$ 200 miliar.
-Meningkatkan usia harapan hidup dari 48 tahun pada tahun 1968 menjadi 62 tahun pada
1972.
-Meningkatkan nilai pendapatan devisa US$ 500 juta pada 1968 menjadi US$ 50 miliar
pada 1997
Hal lain yang perlu juga diketahui adalah berbagai keberhasilan Pak Harto baik di dalam
maupun luar negeri. Di antaranya;
-Tingkat pertumbuhan industri dan perdagangan yang pesat, sehingga membantu
pertumbuhan makro dan mikro ekonomi, meningkatkan lapangan kerja dan mengundang
investasi asing.
-Swasembada pangan dilakukan dengan pembinaan usaha agriculture secara konsisten
-Kontrol populasi yang ketat dengan strategi Keluarga Berencana yang tepat dan terpadu
-Keamanan Bangsa yang kuat mengingat negara Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau,
puluhan suku bangsa dan multi reliji
-Keamanan dan pemerintahan dalam negeri yang stabil serta pertumbuhan ekonomi yang
pesat, meningkatkan citra bangsa di luar negeri hingga banyak menarik investasi asing
masuk ke Indonesia Secara objektif memang banyak jasa Pak Harto terhadap bangsa dan
republik ini. Bahkan, sejarah mencatat adanya fakta-fakta tentang kelebihan yang dimiliki
Pak Harto sebagaimana dikemukakan dalam tulisan berikut :
Dalam kertas kerja Nomor 37, Indonesia and The Washington Cansensus (Institute of
defence and Strategic Studies, Singapore, 2002), Premjith Sadavisan menulis, ketika
Jenderal Soeharto mulai berkuasa secara formal tahun 1967, Indonesia merupakan salah
satu negara termiskin di dunia.
Pada masa itu pendapatan per kapita Indonesia berkisar 70 dollar AS, atau setengah
pendapatan rata-rata rakyat India dan Banglades. Namun, 30 tahun kemudian (1996)
berubah menjadi 1.100 dollar AS, dua kali lebih besar dibandingkan dengan india dan
tiga kali pendapatan per kapita Banglades.
Pertumbuhan ekonomi selama tiga dasawarsa (1966-1996) rata-rata 6,5 persen, atau dua
kali rata-rata pertumbuhan ekonomi dunia, 3 persen. Selama periode tersebut angka
inflasi dari 500 persen tahun 1966 di tekan hingga satu digit.
Kemajuan lebih dramatis terlihat pada indikator sosial. Usia harapan hidup yang tadinya
41 tahun (1965) naik menjadi 63 tahun (1994) sementara di tingkat kemiskinan yang
mencapai 60 persen (1970) melorot menjadi 12 persen (1996). Padahal selama perode
tersebut jumlah penduduk Indonesia membludak dari 117 juta jiwa menjadi 200 juta jiwa.
Sekarang, setelah sewindu Soeharto lengser dan terjadi empat kali pergantian presiden,
KKN tetap mengganas. Sementara pembangunan dan pertumbuhan ekonomi belum
mencapai prestasi tahun 1997. Bahkan, pendapatan per kapita yang tadinya 1.000 dolar
AS sekarang tinggal sekitar 850 dollar AS.
Membangun Kesadaran Rakyat
Siapa pun ingat pada masa kepemimpinan Pak Harto, terdapat beberapa hal yang layak
juga dikemukakan dalam kaitan membangun kesadaran rakyat Indonesia seperti
dicanangkannya oleh Pak Harto adanya Gerakan Disipilin Nasional (GDN), yang
bertujuan meningkatkan kesadaran berdisiplin bagi masyarakat, Gerakan Nasional untuk
Mencintai Produk Dalam Negeri, dengan tujuan agar masyarakat lebih suka membeli
produk dalam negeri sehingga dapat meningkatkan pendapatan dalam negeri dan tidak
terpengaruh pada budaya luar.
Bahkan pada masa kepemimpinan Pak Harto - guna mengurangi dan meredam
kecemburuan sosial - terdapat pula aturan untuk tidak mempergunakan mobil mewah di
jalan-jalan. Pola hidup sederhana, Gerakan Menabung, dan mengutamakan ekspor
produksi ke luar negeri, mencintai produksi dalam negeri, adalah sederet contoh betapa
Pak Harto ingin menggedor kesadaran rakyat. Dan ia sendiri ikut memberikan contoh
pula.
Memang membangun kesadaran rakyat bagi Pak Harto adalah sangat penting. Pada
kesempatan meresmikan monumen Mandala pembebasan Irian Barat dan sejumlah
proyek pembangunan di Sulawesi Selatan, termasuk masjid Agung Pangkajene di Ujung
Pandang tahun 1995 Pak Harto mengatakan;
"Seorang muslim bukan hanya seorang yang teguh akidahnya dan tekun ibadahnya. Tapi
juga seorang yang tinggi kesadarannya pada sosial dan lingkungannnya."
Atau lebih lanjut Pak Harto juga mengemukakan :
"Dan seperti kita ketahui, pengertian akhlak dalam agama Islam itu sangat luas. Meliputi
akhlak terhadap Tuhan, ahlak terhadap sesama manusia dan akhlak terhadap alam sekitar
kita "
Catatan Kaki
1. Hal ini pernah dikemukakan oleh Ir. Hartato di dalam buku "Manajemen Presiden
Soeharto. Penuturan 17 Menteri", tahun 1996
2. soehartocenter.com
3. Hal ini dinyatakan oleh Jenderal Wiranto ketika menjabat sebagai Panglima ABRI
4. Lihat buku "Presiden Soeharto Bapak Pembangunan Indonesia" hal 265
5. Amanat Presiden pada Upacara Peringatan HUT ABRI, 5 Oktober 1982 di Madiun,
Jawa Timur
6. Hal ini diungkapkan oleh Joop Ave, mantan Menteri Pariwisata Pos dan
Telekomunikasi dalam buku "Manajemen Presiden Soeharto. Penuturan 17 Menteri",
tahun 1996
7. Penuturan mantan Jaksa Agung Ismail Saleh dalam buku "Proses Peradilan Soeharto,
Presiden RI ke 2" tahun 2001
8. Penuturan Try Soetrisno dalam Pandangan mengenai kepemimpinan Presiden
Soeharto
9. Menurut Tanri Abeng dalam Ulasan buku "Manajemen Presiden Soeharto", 1996
10. Pemikkan Politik Indonesia ditinjau dari beberapa Tokoh, Mohamtnad Rezky,
ed, Program Pasca Sarjana Ilmu Politik Universitas Nasional Jakarta, 1996
11. soeharocenter.com
12. Harian Kompas, Juni 2006
13. Lihat buku "Soeharto 1998", Adian Husaini, 1996
SPONSOR
148