Jenderal Besar Berbintang Lima Karena jasa dan pengabdiannya yang luar biasa kepada bangsa, Pak Harto menerima anugerah kenaikan pangkat menjadi Jenderal besar berbintang lima. Selain Pak Harto, juga menerima anugerah yang sama adalah almarhum Jenderal TNI Soedirman yang pernah menjabat sebagai Panglima Besar TNI, dan Jenderal TNI (Purn) Abdul Haris Nasution yang pernah menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Bersenjata (Kasab). Penganugerahan kenaikan pangkat ditandai dengan penyerahan Keputusan Presiden (masing-masing Keppres No. 44, 45 dan 46/ABRI/1997), tanda pangkat, dan tiga perangkat pakaian seragam-lengkap ABRI — PDH, PDL dan PDU — oleh Pangab Jenderal TNI Feisal Tanjung, yang didampingi Kasum ABRI serta para kepala staf ketiga angkatan dan Kapolri. Penyerahan kepada Pak Harto berlangsung Rabu, 1 Oktober 1997 jam 13.15 Wib di kediaman resmi Pak Harto, Jl. Cendana, Menteng, Jakarta. Dalam PP No 6/1990 memang telah diatur bahwa dalam struktur organisasi ABRI hanya dinyatakan bahwa pangkat tertinggi adalah jenderal TNI, laksamana TNI, marsekal TNI dan Jenderal polisi. Tetapi hal itu telah diubah dengan PP No. 32/ 1997. Khusus untuk kepangkatan, pangkat jenderal besar, marsekal-besar, dan laksamana- besar yang semula tidak ada, menjadi ada. Jabatan Jenderal besar berbintang lima ini tentu saja bukan karena keinginan Pak Harto sendiri, melainkan keinginan dari jajajaran ABRI bersama para sesepuh ABRI. Dan pemberian pangkat kehormatan ini adalah sebagai sebuah anugerah dari ABRI kepada putra-putera terbaik bangsa. Mereka yang pernah mengabdi dan berjasa di dalam sejarah perkembangan bangsa dan negara RI pada umumnya, TNI pada khususnya, sejak masa revolusi hingga saat ini. Jadi Pangkat jenderal besar tersebut, semata-mata bersifat penghargaan dan tidak mengandung konsekuensi wewenang dan tanggung jawab dalam hirarki keprajuritan, serta tidak berkaitan langsung dengan struktur organisasai ABRI. Dengan demikian, kepangkatan tertinggi dalam hirarki keprajuritan dan struktur organisasai ABRI tetap sampai dengan jenderal bintang empat. Sedang jenderal bintang lima tak lain merupakan sebuah penghargaan. Dengan kata lain, pangkat Jenderal Besar bintang lima ini tidak mempunyai rantai komando ataupun wewenang dalam struktur organisasi ABRI. Namun begitu, ada nilai kebesaran di dalamnya. Kepemimpinan dengan Filosofi Jawa Sesuai dengan filosofi dan latarbelakang budaya Jawa yang dianutnya, tujuan akhir kepemimpinan Pak harto terhadap bangsa ini tak lain adalah negara tata tenterem kerta raharja. Artinya, sesuai dengan amanat Pancasila dan UUD 1945, bahwa segala kemakmuran dan kesejahteraan adalah semata-mata untuk bangsa Indonesia. Untuk itu, dilihat dari perjalanan kepemimpinannya, ada tiga unsur pokok dalam konsep kepemimpinan Pak Harto, yaitu: Ingarso Sung Tulodo. Artinya, jika menjadi pemimpin (di depan) harus bisa memberi tauladan atau contoh bagi orang yang dipimpin (tindakannya harus sesuai). Jadi, seorang presiden, misalnya, harus memberi contoh kepada seluruh rakyat Indo-nesia. Baik itu cara kerjanya, tindak-tanduknya, dan lain-lain. Jadi pemimpin yang Ingarso Sung Tulodo itu benar-benar jangan sampai tercela dalam perbuatannya. Harus bisa ditiru, jangan sampai salah omong. Ing Madyo Bangun Karso (di tengah-tengah) harus bisa memberi contoh, memberi inspirasi, motivasi dan semangat. Misalnya, caranya makan, caranya ia bicara dan berperilaku. Tuturi andayani Artinya, sebagai pemimpin ia bisa memberi nasehat, memberikan daya, dorongan atau kekuatan kepada masyarakatnya, anak buahnya, termasuk juga kepada rakyatnya. Karena pada hakekatnya dia diwarnai oleh suatu sikap yang penuh kebijaksanaan. Dengan demikian, sebagai pemimpin Pak Harto membangun pola manajemen sebagai suatu bentuk manajemen yang univer-sal, dimana ia mampu menjadikan pola manajemen itu sebagai suatu ilmu dan seni. Dengan begitu manajemen Pak Harto, tidak lain dari suatu bentuk manajemen yang universal, atau manajemen moderen yang diperkaya dengan fondasi nilai-nilai moral keagamaan serta nilai-nilai warisan budaya bangsa. Dari dasar inilah pola kepemimpinan Pak Harto itu dikembangkan. Sebuah kepemimpinan tegas, namun juga manusiawi. Sebab secara manusiawi, Pak Harto juga memang memahami betul prinsipnya Sangkan Paraning Dumadi, berasal dari lima unsur yaitu sedulur papat: tanah air, api, udara, dan yang kelima adalah Pancer yaitu roh. Pemahaman ini di Jawa dijadikan pegangan hari seperti Legi, Pahing, Pon, Wage, Kliwon. Pertemuan dari etnpat unsur ini ditambah roh, maka terbentuklah apa yang dissebut dengan manusia. Bahwa kepemimpinan apa pun juga tak lepas dari pola keseimbangan dari unsur-unsur di atas sebagaimana telah ditentukan oleh Gusti Allah. Selain itu di dalam kepemimpinannya Pak Harto juga menunjukkan berbagai kelebihan dan kemampuan dalam memimpin. Keberhasilannya menjadi seorang pemimpin ini tentu dilatarbelakangi oleh asas-asas kepemimpinan Pak Harto seperti; Takwa. Ing ngarsa sung tulada, memberi teladan kepada anak buah. Ing madya bangun karsa, aktif dan giat serta menggugah semangat di tengah anak buah, serta dapat memberikan contoh. Tuturi handayani, memberi nasihat dan dorongan. Nasihat yang mempunyai daya dan kekuatan. Waspada purba wisesa, waspada, mengawasi serta sanggup mengoreksi anak buah. Ambeg parama arta, sederhana dan tidak berlebih-lebihan. Satya, loyal atau setia Gemi nastiti, kesadaran dan kemampuan meletakkan prioritas, atau selalu mendahulukan yang penting Blaka, kemampuan, kerelaan, dan keberanian mem-pertanggungjawabkan tindakan. Serta terbuka apa adanya. Legawa, kemampuan, kerelaan, keikhlasan pada saatnya menyerahkan tanggung jawab dan kedudukannya kepada generasi berikutnya Sebagai seorang anak desa yang menapaki perjalanan kehidupannya yang panjang dan berliku dari bawah, dengan sendirinya kematangan sikap merupakan cerinin dari kepemimpinannya. Manajemen Hasta Brata Kepemimpinan Pak Harto berdasarkan Hasta Brata yakni adalah suatu ajaran tentang kepemimpinan. Dijelaskannya, Hasta berarti delapan dan Brata berarti sikap atau laku. Sebagai seorang pemimpin, maka setiap orang harus mengerti bagaimana bersikap sebagai pemimpin yang baik. Dan Pak Harto memang menerapkan kepemimpinan dengan Manajemen Hastra Brata l. Secara singkat isi Hastra Brata itu adalah : Surya yaitu matahari. Matahari memancarkan sinar terang sebagai sumber kehidupan yang membuat semua mahluk tumbuh dan berkembang. Seorang pemimpin hendaknya mampu menumbuhkembangkan daya hidup rakyatnya untuk membangun bangsa dan negara dengan memberikan bekal lahir dan batin untuk dapat berkarya. Candra yaitu bulan. Bulan memancarkan sinar pada kegelapan malam. Cahaya bulan yang lembut mampu menumbuhkan semangat dan harapan-harapan yang indah. Seorang pemimpin hendaknya mampu memberikan dorongan atau motivasi untuk mem-bangkitkan semangat rakyatnya dalam suasana suka dan duka —menghibur di kala susah atau senang. Kartika yaitu bintang Bintang memancarkan sinar indah kemilauan, mempunyai tempat yang tepat di langit hingga dapat menjadi pedoman arah. Seorang pemimpin hendaknya menjadi teladan, untuk berbuat kebaikan. Tidak ragu menjalankan keputusan yang disepakati, serta tidak mudah terpengaruh oleh pihak yang akan menyesatkan. Angkasa yaitu langit. Langit itu luas tak terbatas, hingga mampu menampung apa saja yang datang padanya. Seorang pemimpin hendaknya mempunyai keluasan batin dan kemampuan mengendalikan diri yang kuat, hingga dengan sabar mampu menampung pendapat rakyatnya yang bermacam-macam. Dahono yaitu api. Api mempunyai kemampuan untuk membakar habis dan menghancurkan segala sesuatu yang bersentuhan dengannya. Seorang pemimpin hendaknya berwibawa dan berani menegakkan kebenaran dan keadilan secara tegas dan tuntas tanpa pandang bulu. Maruta yaitu angin. Angin selalu ada dimana-mana, tanpa membedakan tempat serta selalu mengisi semua ruang yang kosong. Seorang pemimpin hendaknya selalu dekat dengan rakyat, tanpa membedakan derajat dan martabatnya, bisa mengetahui keadaan dan keinginan rakyatnya. Mampu memahami dan menyerap aspirasi rakyat. Samudra yaitu laut/air. Laut, betapapun luasnya senantiasa mempunyai permukaan yang rata dan bersifat sejuk menyegarkan. Seorang pemimpin hendaknya menempatkan semua orang pada derajat dan martabat yang sama, sehingga dapat berlaku adil, bijaksana dan penuh kasih sayang terhadap rakyatnya. Bumi yaitu bumi/tanah. Bumi mempunyai sifat kuat dan murah hati. Selalu memberi hasil kepada siapapun yang mengolah dan memeliharanya dengan tekun. Seorang pemimpin handaknya berwatak sentosa, teguh dan murah hati, suka beramal dan senantiasa berusaha untuk tidak mengecewakan kepercayaan rakyatnya. Manejemen kepemimpinan Hasta Brata inilah yang tampak menonjol pada Pak Harto, kepemimpinan berdasarkan keseimbangan dan simbol-simbol pada alam di samping filosofi Jawa, serta landasan dasar keagamaan yang kuat. Seorang Yang Penuh Disiplin Seorang pemimpin haruslah mempunyai disiplin yang tinggi. Karena, dengan disiplin yang tinggi, seorang pemimpin akan memperoleh kredibilitasnya sebagai pemimpin yang dipatuhi oleh bawahannya maupun dapat memancarkan kharisma dan kewibawan dalam dirinya. Dan itu juga dilakukan Pak Harto. Dengan latarbelakangnya sebagai militer, Pak Harto adalah seorang yang penuh disiplin. Dan berupaya perfek dalam bekerja. Di dalam pelaksanaan tugas sehari-hari selaku Presiden misalnya, Pak Harto, rata-rata pukul 08.30 sudah harus berada di kantor, Istana atau Bina Graha. Kemudian pulang ke kediaman di Jalan Cendana pukul 14.30 untuk istirahat sebentar, shalat lohor dan makan siang. Kemudian ia bekerja lagi. Kadang-kadang tidur sejenak kalau terlalu lelah dan capek. Tetapi sering cukup istirahat di kursi, duduk-duduk merenung sambil mengisap cerutu, rokok kretek atau kelobot. Sampai malam, ia masih bekerja, menerima tamu dan para menteri pembantunya secara informal. Dan ini dilakukannya secara ru-tin hampir setiap hari. Trilogi Pembangunan Untuk membangun bangsa Indonesia dari keterpurukan, Pak Harto tentu memiliki konsep dasar sebagai landasan ia bekerja. Untuk itu, Pak Harto memperkenalkan konsep Trilogi Pembangunan pada awal pelita I. Pak Harto membangun fondasi pembangunan Indonesia yang dikenal dengan "Akselerasi Pambangunan 25 tahun dengan 8 jalur pemerataan" dengan konsep dasar Trilogi Pembangunan, yaitu Stabilitas Nasional, Pertumbuhan Ekonomi dan Pemerataan. Ini artinya, stabilitas nasional mutlak diperlukan bila pertumbuhan ekonomi akan digalakkan atau dilaksanakan. Bila pertumbuhan ekonomi berjalan, maka pemerataan pembangunan menjadi tujuan dan dapat dilaksanakan. Karena itu bagi Pak Harto, rehabilitasi politik dalam rangka stabilitas nasional menjadi perlu. Berikutnya, mengacu pada pertumbuhan ekonomi dan pembangunan di segala bidang, hingga bermuara pada pemerataan hasilhasil pembangunan bagi seluruh bangsa Indonesia. Ini karena Pak Harto menetapkan Trilogi Pembangunan, yaitu (1) Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya akan menuju tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. (2) Pertumbuhan ekonomiyang cukup tinggi, dan (3) Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis pada gilirannya berbuah pada kemajuan bangsa dan rakyat Indonesia secara keseluruhan. Pak Harto meletakkan dasar-dasar pembangunan berkelanjutan melalui Pelita, dan menetapkan Trilogi Pembangunan sebagai strategi untuk tinggal landas menuju masyarakat Indo-nesia yang adil dan sejahtera. Stabilitas nasional dibutuhkan agar bisa dilakukan pembangunan (pertumbuhan ekonomi) dan setelah adanya pertumbuhan ekonomi (kue nasional) maka dapat dilakukan pemerataan. Maka menurut Pak Harto, stabilitas nasional diperlukan untuk kelancaran pembangunan, juga untuk menarik minat para investor asing guna ikut menggerakkan roda ekonomi dan membuka lapangan kerja. Sebab, tanpa pertumbuhan ekonomi tidak akan ada pemerataan hasil-hasil pembangunan. Trilogi Pembangunan —Stabilitas Nasional, Pertumbuhan Ekonomi dan Pemerataan— adalah memang strategi kunci pembangunan yang dilaksanakan dalam pemerintahan Pak Harto. Hal ini juga ditiru oleh negara-negara tetangga kita seperti Singapura dan Malaysia yang sangat selektif dalam melaksanakan demokrasi. Karena itu kedua negara tersebut hingga kini terus mengalami kemajuan. Di Singapura, misalnya, pada masa awal pertumbuhannya hanya terdapat sebuah koran saja guna mengamankan stabiilitas di dalam negeri. Sementara itu, Malaysia di bawah kepemimpinan Mahatir Mohammad sangat mengutamakan stabilitas nasional dan pembangunan ekonomi. Bahkan, dengan berani dan tegas — demi menjaga stabilitas - ia berani memecat wakil perdana Menteri Anwar Ibrahim yang diam-diam akan melakukan "reformasi" di negara jiran, Malaysia. Membuat Konsep GBHN Pak Harto adalah pemimpin yang bekerja berdasarkan konsep. Selain itu juga berdasarkan mekanisme dan peraturan yang ada. Karena itu, kebijaksanaan pembangunan Pak Harto selalu dibekali oleh Tap-Tap MPRS, antara lain; melaksanakan pembangunan lima tahun pertama, menyederhanakan partai-partai politik dalam kehidupan Demokrasi Pancasila, dan melaksanakan Pemilu sebagai wujud dari pembangunan demokrasi di negeri ini. Karena Pak Harto menyadari, selaku pimpinan nasional ia memperoleh mandat dari MPR. Maka berdasarkan mandat tersebut, disusun perencanaan pembangunan lima tahun pertama —dari 1969/1970 sampai 1973/1974- Strategi Pak Harto, pembangunan pertanian dengan dukungan industri, dengan sasaran; cukup pangan, cukup sandang, cukup papan, cukup lapangan kerja, dan meningkatkan pendidikan serta kebudayaan sesuai dengan kemampuan. Bappenas menyusun perencanaan pembangunan makro, sedangkan departemen dan lembaga melaksanakannya. Di dalam pidato lisannya di Pasar Klewer, Solo (9 Juni 1971), Pak Harto memaparkan bahwa masyarakat adil dan makmur hanya bisa terwujud bilamana melakukan serangkaian pembangunan dalam segala bidang. Untuk sampai ke tujuan tersebut diperlukan waktu yang bertahun-tahun dan dilakukan secara bertahap. Kalau setiap tahap diperlukan lima tahun, maka untuk lima tahap diperlukan waktu 25 tahun. Dalam tempo sepanjang itu, baru akan sampai pada landasan penting; yaitu perkembangan industri dan pertanian yang seimbang.2 Pemikiran Pak Harto di Pasar Klewer inilah kemudian dirumuskan dan dijadikan konsep GBHN yang diajukan di dalam Sidang Umum MPR hasil Pemilu 1971. Titik tolaknya, apa yang ada di dalam UUD 1945, bahwa Presiden diangkat oleh MPR untuk waktu 5 tahun dan boleh dipilih kembali. Di dalam pidatonya itu pula, Pak Harto dengan tegas menolak setiap teror keagamaan. Indonesia bukan negara sekuler, bukan pula negara teokratis, tetapi Negara yang berdasarkan Pancasila. Menyederhanakan Partai Karena bangsa Indonesia tengah membangun, maka stabilitas politik haruslah senantiasa dijaga dan terpelihara. Dan di mata Pak Harto Pembangunan Bangsa harus lebih diutamakan. Pembangunan dalam arti yang sesungguhnya. Disamping itu, berdasarkan pengalaman di masa lalu menunjukan, dengan banyak jumlah Partai Politik - ratusan partai politik pada Pemilu 1955- sama sekali tidak mengun-tungkan bagi iklim pembangunan nasional yang akan dikembangkan oleh Pak Harto ke masa depan. Kita tahu, pada Pemilu tahun 1955 misalnya, karena begitu banyak Partai, maka fraksifraksi- pun demikian banyak. Friksi-friksi dan benturan kepentingan pun muncul dimanamana sehingga institusi Politik bernama partai itu menjadi kurang mampu membawakan keinginan rakyat. Untuk itu, setelah melewati Pemilu 1971, Pak Harto melakukan penyederhanaan partai. Terlebih karena telah diterimanya Pancasila sebagai sebuah konsensus nasional merubah perjuangan Partai Politik. Kehidupan fraksi tidak lagi memperjuangkan ideologi partai, melainkan berdasarkanprogram oriented. Sementara Fraksi-fraksi yang mempunyai program yang sama, tumbuh menjadi badan koordinasi dan konsultasi yang merupakan embrio penyederhanaan partai-partai yang terjadi kemudian. Dari sini kita dapat melihat proses terbentuknya tiga kekuatan sosial politik saat itu, yakni PPP, PDI dan Golkar. Terbentuknya PPP (Partai Persatuan Pembangunan) Karena kesamaan program, spiritual material, yaitu penekanan pembangunan spiritual tanpa mengabaikan aspek material dalam pembangunan nasional, terbentuklah Fraksi Persatuan Pembangunan pada tanggal 9 Pebruari 1968. Fraksi ini mengadakan konsultasi dan koordinasi antar wakil-wakil NU, Parmusi, PSII dan Perti.Setelah Pemilu 1971, maka fungsi koordinasi dan konsultasi ini ditingkatkan menjadi fusi atau peleburan partai-partai se-program, maka pada tanggal 5 Januari 1973 lahirlah PPP (Partai Persatuan Pembangunan). Lahimya Partai Demokrasi Indonesia (PDI) Persamaan program perjuangan dalam pembangunan nasional telah menyatukan partaipartai PNI, Katholik, Parkindo, IPKI dan Murba untuk menyusun badan koordinasi dan konsultasi. Pada tanggal 9 Maret 1970 terbentuklah kelompok Demokrasi Pembangunan. Sejalan dengan lahirnya PPP, maka kelompok ini pada akhirnya melahirkan fusi partaipartai anggotanya yang kemudian pada tanggal 10 Januari 1973 lahirlah PDI (Partai Demokrasi Indonesia). Terbentuknya Golongan Karya Pada tanggal 20 Oktober 1964 terbentuk Sekretariat Bersama Golongan Karya (Sekber Golkar) dalam front Nasional. Sekber Golkar ini beranggotakan 61 Organisai yang tidak berafiliasi kepada salah satu partai, termasuk keluarga besar ABRI. Dalam sidang umum 6 Nopember 1964, Sekber Golkar berhasil mengesahkan Anggaran Dasar/Anggaran Rumah Tangga-nya. Perstiwa G-30 S/PKI memberi kesempatan kepada Sekber Golkar untuk menunjukkan perannya. Dalam Musyawarah Kerja Nasional II tanggal 2-7 Nopember 1967, anggota Sekber Golkar telah mencapai 291 organisasi fungsional. Jumlah ini berkurang dengan keluarnya beberapa organisasi yang bergabung dalam pembentukan Partai Muslim Indonesia tahun 1969, antara lain Muhammadiah, Gasbiindo, HSBI, Nadhatul Watthan, dan lain-lain. Kemudian pada tahun 1969 diadakan penyederhanaan. Terbentuklah 7 Kino (Kelompok Induk Organisasi) yakni Soksi, Kasgoro, MKGR, Kakari, Profesi, Ormas Hamkam dan Gerakan Pembangunan yang membawahi 201 organisasi fungsional. Dan pada inilah kemudian melebur menjadi satu kekuatan. Dengan demikian, di era orde baru terdapat tiga partai besar yaitu PPP, PDI dan Golkar. PPP merupakan fusi dari partai-partai Islam, PDI fusi dari partai-partai nasionalis dan agama non-Is-lam, sedangkan Golkar fusi dari berbagai organisasi golongan karya. Maka sejak itu, sampai Pemilu 1997, hanya tiga kekuatan politik tersebut yang berhak mengikuti Pemilu. Dalam Pemilu lima tahunan, Golkar selalu unggul sebagai peraih kursi terbanyak, sementara ABRI tetap mendapat jatah 100 kursi. Membesarkan Golkar Kebesaran Golkar tak bisa dilepaskan dari peran Pak Harto. Karena memang Pak Harto lah yang ikut mendorong membangun dan membesarkan Golkar. Seperti juga kelahiran Orde Baru tidak dapat dipisahkan dengan peranan Pak Harto, demikian pula halnya Golkar yang notabene dulu bernama Sekber (Sekretariat Bersama) sebagai cikal bakal berdirinya Partai Golkar ini, juga berkat bantuan Pak Harto. Dalam per-jalanannya, Sekber Golkar tumbuh sebagai kekuatan sosial politik yang diperhitungkan. Bahkan hingga saat ini, Golkar mampu menunjukan sebagai partai yang matang. Dengan dukungan Pak Harto, terutama sebagai Ketua Dewan Pembina Golkar, kemenangan Golkar dalam Pemilu 1971, dan kemenangan pada pemilu-pemilu berikutnya tak bisa dilepaskan dari andil Pak Harto. Golkar yang mempunyai tugas dan peran menjaga keutuhan Pancasila dan UUD 1945, diakui atau tidak, memperoleh dukungan dan binaan Pak Harto. Hal ini tentu saja berkaitan untuk mengamankan kebijakan pembangunan yang tengah dilaksanakan. Dan harus pula diakui, dengan dukungan Pak Harto, Golkar menjadi lebih ter-konsolidasi dan menjadi kekuatan sosial politik utama dalam orde baru. Pemilihan Umum Setelah tidak diselenggarakan selama 15 tahun -sejak Pemilu pertama tahun 1955— dan untuk mewujudkan demokrasi Pak Harto selaku mandataris MPR menyelenggarakan Pemilu 1971 berdasarkan UUD 1945. Dalam pandangan Pak Harto selaku kepala negara, Pemilu merupakan barometer kemampuan bangsa di dalam menyalurkan aspirasi rakyat secara demokratis dan realistis. Bagaimana pun, menurut Pak Harto Pemilu bukanlah alat untuk merusak sendi-sendi demokrasi dan tidak menyebabkan rakyat menderita dan saling gontok-gontokan. Tujuannya, menciptakan stabilitas politik, demokrasi yang sehat, sehingga harus dilaksanakan dengan tertib, jujur, dan dengan penuh kesadaran. Pemilu 1971 menghasilkan Golkar yang semula terdiri dari 200 organisasi keluar dengan satu tanda gambar, memenangkan 227 kursi, NU 58 kursi, Parmusi 24 kursi, PNI 20 kursi, dan Parkindo, Partai Katolik dan Murba mendapat sisa dari 360 kursi DPR yang dipilih. Sedangkan ABRI mendapat jatah 100 kursi, sehingga DPR memiliki total 460 kursi. Pada Pemilu 1971 ini Pak Harto dipilih dan diangkat kembali kembali menjadi Presiden/Mandataris MPR untuk periode 1973-1978, didampingi Wakil Presiden Sri Sultan Hamengku Buwono IX. Pemilu berikutnya, 1977, diikuti oleh tiga kekuatan politik, yaitu PPP yang merupakan fusi dari partai-partai agama (Islam), PDI fusi dari partai-partai nasionalis dan agama (non-Islam) dan Golkar. Sejak itu sampai Pemilu 1997, Golkar memenangkan mayoritas kursi DPR. Demokrasi Pancasila tak bisa dipisahkan dengan Pemilihan Umum sebagai wujud suatu pesta demokrasi. Pemilu yang berlangsung lima tahun sekali itu merupakan pendidikan politik bagi seluruh bangsa. Dengan menerapkan azas LUBER (Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia). Pemilu pertama di masa Pak Harto, tahun 1971, memang berlangsung scara tertib berkesinambungan 5 tahun sekali, sesuai dengan amanat dalam Undang -Undang. ABRI Tidak Berpartai Bagaimana dengan ABRI? Sikap Pak Harto sangat jelas, bahwa ABRI sebagai tentara nasional adalah kekuatan nasional yang independen dan tidak mengikuti Pemilu. Karena ABRI bukanlah sebuah partai politik, dan tidak mempunyai hak pilih. Adapun kedudukan ABRI di DPR sesungguhnya tak lain untuk menjaga keutuhan NKRI, Pancasila dan UUD 1945. Bahwa peran ABRI - termasuk kehadirannya di DPR — menurut Pak Harto sudah jelas untuk menjaga bangsa ini, dimana ABRI sebagai penjaga kedaulatan berbangsa dan bernegara. Menjaga keutuhan NKRI sekaligus untuk membentengi dan menjaga Pancasila dan UUD 1945 agar tidak berubah. Karena itu, menurut Pak Harto ABRI memang tidak perlu berpartai. ABRI memang tak punya hak suara dalam Pemilu, namun mempunyai perwakilan yang cukup memadai untuk mempertahankan Pancasila di badan legislatif. Pak Harto berharap dan menghendaki bahwa Pancasila tak boleh digoyang oleh siapa pun, dan disinilah letak tanggung jawab ABRI terhadap kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk juga dalam kedudukannya di DPR. Karena itu, sesuai dengan tugas dan perannya maka ABRI dalam hanya mendapat jatah kursi saja di DPR. ABRI ditetapkan tidak mengikuti Pemilu, dan memperoleh jatah 100 kursi tetap di DPR, kecuali di dalam DPR hasil Pemilu 1999 dimana jatah ABRI hanya tinggal 75 kursi, yang nantinya - secara gradual -ABRI tidak lagi mempunyai jatah di DPR.3 Melaksanakan Repelita Rencana Pembangunan Lima Tahun diterapkan Pak Harto dalam kepemimpinannya. Dalam pelaksanaan pembangunan yang telah berjalan mulai dan dicanangkan mulai 1 April tahun 1969, dapat dilihat prioritas dan kebijaksanaan pembangunan yang dilakukan Pak Harto. Dilancarkannya Trilogi Pembangunan merupakan kebijak-sanaan umum pembangunan. Kita dapat melihat secara pokok perkembangan dan kemajuan dari Pelita satu ke Pelita lain dengan membandingkan prioritas dan program tiap Kabinet Pembangunan yang melaksanakan pembangunan pada tahap bersangkutan. I. Repelita I tahun 1969-1974 Pelita Pertama ini memberikan prioritas pembangunan pada sektor pertanian dan industri yang mendukung sektor pertanian. Kabinet pembangunan I menentukan Panca Krida sebagai pro-gram kerja, yakni: a.Menciptakan stabilitas politik dan ekonomi sebagai syarat mutlak berhasilnya Rencana Pembangunan Lima Tahun dan Pemilihan Umum. b.Menyusun dan melaksanakan Repelita c.Melaksanakan Pemilihan umum paling lambat 5 Juli 1971 d.Mengembalikan ketertiban dan keamanan masyarakat dengan mengikis habis sisa-sisa G-30 S/PKI dan setiap rongrongan, penyelewengan serta pengkhianatan terhadap Pancasila dan UUD 1945. e.Melanjutkan penyempurnaan dan pembersihan secara menyeluruh aparatur negara baik di tingkat pusat maupun di tingkat daerah. II. Repelita II tahun 1974-1979 Dalam pelita kedua ini, prioritas pembangunan tetap diletakkan di sektor pertanian dengan meningkatkan industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku. Program kerja Kabinet Pembangunan II disebut Sapta Krida, berisi: a.Memelihara dan meningkatkan stabilitas politik b.Memelihara dan meningkatkan stabilitas ekonomi c.Memelihara dan meningkatkan keamanan dan ketertiban d.Menyelesaikan Pelita I dan melaksanakan Pelita II berdasarkan GBHN e.Meningkatkan kesejahteraan rakyat f.Meningkatkan penertiban dan pendayagunaan aparatur negara. III. Repdita III tahun 1979-1984 Repelita ketiga ini menitik beratkan pembangunan sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri yang mengolah bahan baku menjadi barang jadi. Kabinet Pembangunan III melakukan tugasnya dengan pro-gram yang disebut Sapta Krida, yang isinya : a.Terciptanya keadaan dan suasana yang makin menjamin tercapainya keadilan sosial bagi seluruh rakyat dengan makin meratakan pembangunan dan hasil pembangunan. b.Terlaksananya pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi c.Terpeliharanya stabilitas nasional yang makin mantap d.Terciptanya aparatur negara yang makin bersih dan berwibawa e.Terbinanya persatuan dan kesatuan bangsa yang makin kokoh, yang dilandasi oleh Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) f.Terlaksananya Pemilu yang Luber (Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia) dalam rangka memperkuat kehidupan demokrasi Pancasila. g.Makin berkembangnya politik Luar Negeri yang bebas dan aktif untuk diabdikan kepada kepentingan nasional dalam rangka memperkuat Ketahanan Nasional. IV. Repelita IV tahun 1984-1989 Pelita keempat ini tetap menitik beratkan pembangunan sektor pertanian untuk melanjutkan usaha-usaha menuju swasembada pangan dengan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri, baik industri berat maupun ringan yang akan terus dikembangkan daam repelita-repelita selanjutnya. Untuk itu Kabinet Pembangunan IV yang dibentuk bulan Maret 1983 menetapkan Pancakrida sebagai program kerja, yang berisi: a.Meningkatnya Trilogi Pembangunan yang didukung oleh Ketahanan Nasional yang makin mantap. b.Meningkatnya pendayagunaan aparatur negara menuju terwujudnya Pemerintahan yang bersih dan berwibawa. c.Meningkatnya pemasyarakatan ideologi Pancasila dalam mengembangkan demokrasi Pancasila dan P4 dalam rangka memantapkan Persatuan dan Kesatuan bangsa. d.Meningkatnya pelaksanaan Politik Luar Negeri yang bebas dan aktif untuk kepentingan nasional. e.Terlaksananya Pemilu yang Luber dalam tahun 1987. Demikian secara singkat Repelita atau Rencana Pembangunan Lima Tahun adalah satuan perencanaan yang dibuat oleh pemerintah Orde Baru di bawah kepemimpinan Pak Harto adalah sebagai berikut: Repelita I (1969 - 1974) bertujuan memenuhi kebutuhan dasar dan infrastruktur dengan penekanan pada bidang pertanian. Repelita II (1974 - 1979) bertujuan meningkatkan pembangunan di pulau-pulau selain Jawa, Bali dan Madura, di antaranya melalui transmigrasi. Repelita III (1979- 1984) menekankan bidang industri padat karya untuk meningkatkan ekspor. Repelita IV (1984 - 1989) bertujuan menciptakan lapangan kerja baru dan industri. Repelita V (1989 - 1994) menekankan bidang transportasi, komunikasi dan pendidikan. 4 Delapan Jalur Pemerataan Kebijaksanaan politik pemerintah dalam masalah keadilan sosial dilihat menurut perspektif peranan negara dalam kehidupan masyarakat, meliputi aspek-aspek hakekat, sifat, tujuan dan lapangan tugas negara dalam teori dan praktek, serta kegiatan-kegiatan pemerintah untuk mencapai tujuannya. Hal ini jelas tersurat dan tersirat dalam Pembukaan Undang Undang Dasar 1945 yang berbunyi: "Negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan memajukan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa". Perhatian pemerintah untuk mewujudkan keadilan sosial dalam pembangunan, ditekanan dalam Repelita IV yang dijelaskan oleh Pak Harto: "Secara keseluruhan, maka keadilan sosial akan mendapat tempat utama dalam Repelita IV dengan melanjutkan, memperluas dan memberi kedalaman-kedalaman pada pelaksananan 8 jalur pemerataan yang selama ini telah kita tempuh". Adapun delapan jalur pemerataan yang dimaksud oleh Pak Harto adalah: a. Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat banyak, khususnya sandang, pangan dan perumahan. b. Pemerataan kesempatan memperoleh pendidikan dan pelayanan kesehatan. c. Pemerataan pembagian pendapatan. d. Pemerataan kesempatan kerja. e. Pemerataan kesempatan berusaha. f. Pemerataan kesempatan berpartisipasi dalam pembangunan, khususnya bagi generasi muda dan kaum wanita. g. Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh tanahair. h. Pemerataan kesempatan memperoleh keadilan Dari sini sangat jelas keberpihakan Pak Harto pada rakyat melalui 8 jalur pemerataan yang dimaksud. Artinya semua memang untuk kepentingan rakyat. Akan tetapi kemudian, 8 Jalur Pemerataan itu dirubah karena dalam keadaan bangsa Indonesia yang masih miskin, berbagai usaha pemerataan memang sulit terwujud. Ibarat membagi kue, apa yang mau dibagi? Karena memang kuenya tidak ada. Pada waktu itu Bung Hatta berpendapat, sebaiknya memang membuat kue lebih dahulu. Sesudah kue itu ada baru kemudian dibagi. Usaha membuat kue, dilanjutkan dengan membangun industri, pembagian kue-nya adalah pembagian lapangan kerja. Untuk membangun kue yang besar diperlukan ketenangan kerja. Maka tumbuhlah Trilogi Pembangunan. Dahulu trilogi pembangunan pertama diutamakan pada pemerataan, baru keittudian pembangunan dan sabilitas. Namun, Trilogi terakhir yang diutamakan adalah stabilitas nasional —dimana dalam membangun diperlukan stabilitas politik dan keamanan agar investor dalam dan luar negeri memperoleh ketenangan--kemudian pembangunan dan terakhir pemerataan. Karena itu, stabilitas menjadi kunci bagi langkah pembangunan dan pemerataan dari hasil pembangunan itu. Dwi Fungsi ABRI Sebagai salah satu kekuatan bangsa, sejarah kelahiran ABRI tak dapat dipisahkan dari kekuatan rakyat dan rakyat itu sendiri. Karena ABRI dilahirkan memang dari dan untuk rakyat dalam menjaga dan mempertahankan Negara Kesatuan Republik In-donesia. Karena itu menurut Pak Harto, peran ABRI tak dapat pula dipisahkan dari kerangka pembangunan nasional. ABRI tidak semata-mata menjadi kekuatan hankam, tapi juga sebagai stabdisator dan dinamisator pembangunan bangsa. Untuk itulah Dwi Fungsi ABRI diwujudkan dan dilaksanakan. Dalam kaitannya dengan dwi fiingsi ABRI ini, Pak Harto sendiri pernah menyatakan : "Seperti pernah saya kemukakan dalam berbagai kesempatan, khususnya di depan sidang DPR tanggal 16 Agustus 1981, adanya ketentuan undang-undang yang sampai sekarang masih berlaku ialah pengangkatan 1/3 anggota MPR dari ABRI adalah didasarkan atas konsensus nasional dalam rangka pengamanan secara kontitusional PancasiladanUUD1945. Sebab pasal 37 UUD 1945 menyatakan bahwa perubahan terhadap UUD dapat dilakukan jika dihadiri oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota Majelis dan disetujui oleh sekurang-kurangnya 2/3 dari jumlah anggota yang hadir. Dengan pengangkatan anggota ABRI 1/3 jumlah anggota Majelis itu, maka seandainya pada suatu saat sidang umum MPR berkehendak untuk mengadakan perubahan UUD berdasarkan pasal 27, maka anggota-anggota ABRI yang diangkat akan dapat mencegah maksud sidang umum MPR itu dengan cara tidak menghadiri sidang. Karena dengan tidak menghadiri sidang Majelis anggota ABRI yang 1/3 dari seluruh jumlah anggota MPR, maka sulit MPR dapat mencapai Quorum 2/3 anggota. Dengan demikian maka maksud MPR merubah UUD itu tidak terlaksana. Lalu pada kesempatan lain, Pak Harto juga mengatakan ; "Undang-undang juga menentukan bahwa sebagai kekuatan sosial, ABRI bertindak selaku dinamisator dan stabilisator yang bersama-sama kekuatan lainnya memiliki tugas dan tanggungjawab mengamankan dan men-sukseskan perjuangan bangsa dalam mengisi kemerdekaan demi kesejahteraan bagi seluruh rakyat Indonesia. " Dalam melaksanakan fungsi tadi ABRI turut secara aktif dalam meningkatkan dan memperkokoh ketahanan nasional dan aktif turut serta dalam kehidupan kenegaraan dan pemerintahan, mengembangkan demokrasi Pancasila dan kehidupan konstitusional berdasarkan UUD 1945 serta dalam segala usaha dan kegiatan pembangunan nasional. Fungsi sebagai kekuatan sosial ini dipercayakan oleh negara dan bangsa kepada ABRI sekali-kali tidak untuk kepentingan ABRI sendiri. Meleinkan untuk kepentingan keseluruhan, bangsa dan Negara. Fungsi tadi dipercayakan untuk tujuan yang lebih mulia demi perjuangan bangsa dan kesejahteraan rakyat, antara lain dalam rangka ketahanan nasional dan pengembangan demokrasi Pancasila. Dalam menanggapi suara-suara keberadaan ABRI dari masyarakat yang mempertanyakan kembali keberadaan ABRI pada lembaga DPR. Pak Harto mengatakan, "Dalam kerangka kehidupan demokrasi Pancasila ini perlu dicatat duduknya ABRI dalam lembaga perwakilan rakyat. ABRI yang lahir pada awal perang kemerdekaan sesudah proklamasi kemerdekaan yang melahirkan negara Republik Indonesia telah membentuk pula kepribadiannya ialah memandang dirinya sebagai kekuatan bangsa dan pejuang citacita kemerdekaan, bukan semata-mata sebagai alat negara". Nah, disinilah letak suasana kerohanian dan landasan sejarah yang melahirkan dwi fungsi ABRI. Bagi ABRI, apa yang sekarang disebut dwi fungsi itu, yakni fiingsi sebagai alat Hankam dan fungsi sebagai kekuatan Sospol merupakan salah satu perwujudan dari nilainilai 1945. Sementara kita tahu, sesungguhnya secara historis, Peranan ABRI sebagai alat pertahanan maupun sebagai kekuatan sosial politik itu telah dilaksanakan sejak semula jauh sebelum dikenal istilah dwi fiingsi. Apabila ada pendapat yang tidak menyetujui adanya atau diteruskannya dwi fungsi ABRI, apabila timbul kekhawatiran bahwa dwi fungsi ABRI apabila berlangsung lama dan dilaksanakan oleh generasi muda yang tidak menghayati sendiri perjuangan tahun 1945 akan menjurus ke arah diktator, maka sumber kekhawatiran ini mungkin berasal dari kurang dipahami sejarah perang kemerdekaan dan sejarah kelahiran ABRI, kurang disadarinya kebutuhan dan kepentingan bangsa dimasa depan dan terlebih-lebih karena tidak berpijak kepada kepribadian nasional. Demikianlah, pada masa kepemimpinan Pak Harto, Dwi fiingi ABRI telah diterima dan telah menjadi sistem tersendiri dalam kerangka ketatanegaraan dan kehidupan politik bangsa, yang dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan landasan falsafah Pancasila dan UUD 1945. Sebaliknya, mengusahakan hilangnya dwi fungsi akan berarti diperlemahnya ketahanan nasional, karena akan mengurangi sinkronisasi usaha di bidang ini, terutama ketahanan di bidang politik dan hankam. Bahkan tidak mustahil apabila ABRI dipaksakan untuk meninggalkan dwi fungsi dan menjadikannya hanya sebagai alat hankam seperti negara-negara lain tidaklah mustahil cepat atau lambat, ABRI akan terasing dari soal-soal perjuangan bangsa dan akan mendorong ABRI untuk melahirkan diktator militer. Manunggal ABRI dan Rakyat ABRI dan rakyat adalah satu. Hal itulah yang selalu dikatakan Pak Harto dan dibuktikannya dengan saling bergotong-royong, bahu membahu demi terciptanya sebuah kebersamaan. Karena itu dalam rangka manunggal ABRI dan rakyat di era Pak Harto, maka dicanangkan Program apa yang disebut AMD (ABRI Masuk Desa) dimana ABRI masuk ke desa, ke tengah-tengah rakyat, dan bersama-sama rakyat bergotong-royong membangun desa, jembatan, jalan dan lain sebagainya yang merupakan sarana dan prasarana desa. Hasilnya memang dapat dirasakan oleh hampir semua warga pedesaan di seluruh Indonesia, ABRI menyatu dengan rakyat. Berbeda dengan negara-negara lain, ABRI di negeri ini lahir dari rakyat. Pada waktu proklamasi 17 Agustus 1945, Republik Indonesia belum mempunyai ABRI. Pada bulan Agustus 1945 ketika di Jogya, Pak Harto bersama-sama dengan bekas tentara Jepang yakni PETA (Pembela Tanah Air) dan bekas Heiho dan juga bersama-sama dengan rakyat membentuk BKR (Badan Keamanan Rakyat) yang kemudian menjadi TKR (Tentara Keamanan Rakyat). Nah, dari TKR ini kemudian diubah lagi menjadi TRI (Tentara Republik Indonesia) dan kemudian menjadi TNI (Tentara Nasional Indonesia). Jadi TNI yang kemudian bersama dengan Polisi menjadi ABRI di Republik Indonesia ini lahir bersama-sama rakyat. Dari rakyat dan untuk rakyat. Dan Pak Harto tidak pernah melupakan asal-usul ini, termasuk juga dalam penerapan konsep dan kebijakan Manunggal ABRI dan Rakyat. Tidak Mengenal Sipil Militer Meskipun Pak Harto berlatarbelakang militer, namun ia tak pemah menempatkan para pembantunya dari militer. Termasuk juga jabatan Wakil Presiden sebagai pendampingnya dalam menjalankan roda pemerintahan. Jabatan Wakil Presiden di masa Pak Harto sangat bervariasi, baik itu dari jabatan sipil, tentara, teknokrat, bahkan juga raja. Kabinet Orde Baru dikenal dengan nama Kabinet Pembangunan. Penilaian rakyat tampak dalam hasil pemilihan Umum dan hasil Sidang Umum MPR hasil Pemilu. Tahun 1973, Pak Harto terpilih kembali menjadi Presiden RI untuk masa 1973-1978, di dampingi Sri Sultan Hamengku Buwono IX sebagai wakil Presiden. Sultan Hemengku Buwono sendiri adalah seorang raja. Tahun 1978, terpilih kembali dengan wakil Presiden Adam Malik, untuk periode 1978- 1983. Siapa pun tahu, Adam Malik dikenal sebagai wartawan yang kemudian menjadi Menteri Luar Negeri. Kemudian Sidang Umum MPR 1983, kembali terpilih menjadi Presiden RI periode 1983-1988 didampingi Umar Wirahadikusumah sebagai wakil Presiden. Tahun 1988-1993 di dampingi Sudharmono sebagai wakil Presiden dan tahun 1993-1998 dengan wakil Try Sutrisno, kemudian pada 1998 terpilih kembali dengan wakil Presiden B.J. Habibie yang kita tahu adalah seorang teknokrat. Demikian halnya juga dengan menteri atau anggota kabinet, Pak Harto justru lebih banyak menempatkan orang-orang sipil, baik itu dari kalangan teknokrat, ilmuwan akademisi, pengusaha, dan kelompok professional yang dipilihnya berdasarkan kompotensi yang dimiliki masing-masing individu, disamping tentunya loyalitas dan profesionalitas mereka menjadi ukuran. Pemimpin Yang Tidak Menggurui Pak Harto adalah tipe pemimpin yang mampu mengen-dalikan dirinya, dan ia bukan seorang pemimpin yang suka menggurui.6 Kepribadian yang dimiliki Pak Harto sungguh luar biasa. Pak Harto sungguh menghormati orang lain. Jop Ave yang sudah lebih dari 20 tahun bekerja dengan Pak Harto mengungkapkan banyak pelajaran yang ia petik, bagaimana Pak Harto mengambil keputusan. Lebih lanjut dikemukakan: "Kalau kita bertanya, kenapa begini? Kenapa tidak begitu? Disini beliau tidak pernah menggurui.Beliau jelaskan, kenapa faktor ini mesti diperhatikan. Saya banyak belajar dari beliau. Dari beliau saya selalu berpikir: makro-mikro, mikro-makro. Kalau menghadapi persoalan, bagaimana keputusan mikro, tapi apa dampak makro? Kalau keputusan makro, bagaimana terwujud dalam mikro. Ini adalah melatih diri bagaimana memikirkan secara luas. Itu adalah kemampuan yang luar biasa dari Pak Harto. Kesabaran Pak Harto juga luar biasa, ditambah lagi sopan santun beliau sangat tinggi dan itu tidak dibuat-buat." Memang Pak Harto juga seorang pemimpin yang menyadari bahwa ia mempunyai hak dan tanggungjawab. Selain itu Pak Harto mempunyai kemampuan untuk membaca tanda zaman dan mengambil tindakan sesuai dengan tuntutan zaman. Pak Harto selalu melihat ke depan, dan berpikir jangka panjang. Karena itu Pak Harto sesungguhnya adalah juga seorang pemimpin yang visioner. Karena dia memang memiliki visi yang jauh ke depan. Mencipta Kader Pimpinan Pak Harto adalah seorang King maker. Seorang tokoh yang melahirkan banyak kader pemimpin. Banyak kader Pak Harto yang kemudian muncul sebagai para tokoh dan pemimpin negeri ini, termasuk juga di era sekarang. Tak sedikit mereka adalah orangorang yang pernah belajar kepada Pak Harto. Dan Pak Harto pun tak sungkan-sungkan pula membantu mereka. Semisal, hampir semua ajudan Presiden semasa Pak Harto - yang merupakan orang-orang pilihan, yang kemudian dapat menempati posisi-posisi strategis dan menjadi para pemimpin. Namanama seperti; Kapolri Jenderal Pol Sutanto, Dibyo Widodo, Kunarto (mantan Kapolri), Letjen (purn) Soeyono, Jenderal (purn) Wiranto, Soeryadi, Try Sutrisno, Kentot Harseno, Hamami Nata, Soemarno, dan masih banyak lagi adalah mereka yang pernah menjadi ajudan Pak Harto. Kita tahu, hampir semua ajudan Pak Harto memang terdiri dari orang-orang pilihan. Tak heran, mereka akhirnya menempati posisi-posisi bagus di kemudian hari. Menariknya, para ajudan ini sebelumnya tidak dikenal oleh Pak Harto. Dan bukan Pak Harto yang memilihnya sendiri. Artinya, Pak Harto tidak memilih sendiri ajudannya, melainkan para ajudan tersebut diajukan oleh masing-masing angkatan baik itu dari TNIAD, AL, AU, dan Kepolisian melalui Mabes ABRI yang tentunya telah melewati proses seleksi yang panjang. Ahli Strategi Militer Pak Harto dikenal sebagai seorang ahli strategi. Dalam bidang militer, telah terbukti keberhasilannya. Beberapa strategi militernya yang cukup menonjol antara lain adalah : Pada tahun 1949, di bawah komandonya Tentara Nasional Indonesia melakukan serangan dan menguasai kota Yogyakarta dari tangan Belanda selama 6 jam, yang dikenal dengan Serangan Oemoem 1 Maret. Arti penting dari serangan ini tentulah bukan sekadar Pak Harto menguasai Yogya selama 6 jam pada tahun 1947. Namun, dampak dari aksi serangan terhadap dunia internasionallah yang menjadi target. Karena ini sifatnya memang sangat strategis, dimana akhimya dunia internasional bisa melihat bahwa Tentara Nasional Indonesia masih ada dan memiliki kemampuan tempur untuk melawan agresi Belanda yang ingin menguasai kedaualtan negara Republik Indonesia, dan tidak mau mengakui kemerdekaan RI pada-17 Agustus 1945. Pada tahun 1963 pembebasan Irian Barat (sebagai Panglima Komando Mandala di masa kepemimpinan Presiden Soekarno) Pak Harto juga mengukir jasa besar bagi sejarah perjuangan bangsa dan negara RI ketika ia memegang kendali sebagai Penglima Mandala. Dengan kedudukannya, ia berhasil operasi militer berdasarkan Trikora untuk pembebasan Irian Barat dari cengkraman penjajahan Belanda, sehingga sejak 1 Mei 1963 wilayah tersebut kembali ke pangkuan Negara Kesatuan Repulik Indonesia dan selanjutnya menjadi propinsi ke-26 dengan nama Irian Jaya. Hal ini didukung pula melalui Pepera di Irian Barat pada tahun 1969, dimana masyarakat Irian memilih mengga-bungkan diri ke dalam pangkuan Ibu Pertiwi. Peristiwa penting lainnya yang membuktikan kepiawaian Pak Harto adalah; Pada tahun 1965, saat peristiwa G30S/ PKI meletus pada 30 September 1965, sebagai Panglima Kostrad, Pak Harto berhasil menggagalkan kudeta yang dilakukan PKI (Partai Komunis Indonesia). Pak Harto langsung mengambil peran dalam pembubaran dan penumpasan PKI dengan dukungan rakyat dan mahasiswa. Dari ketiga peristiwa di atas menunjukan Pak Harto memang seorang ahli strategi dalam militer yang jarang dimiliki oleh teman-teman seangkatannya pada waktu itu. Karena itu karirnya menjadi cepat menonjol. Pemimpin Yang Arif Pak Harto adalah sorang pemimpin yang arif. la benar-benar dapat mengimplementasikan manajemen sebagai ilmu sehingga pelaksanaan tugasnya dapat menghasilkan karya-karya berprestasi secara konsisten dan berkesinambungan. Disamping itu karakteristik kepemimpinan dan manajemen Pak Harto diperkuat pula dengan kejujuran atau integritas profesional serta ketaqwaan. Salah satu contohnya, dalam mengambil keputusan, Pak Harto selalu memikirkan matang-matang —tidak spontan— karena Pak Harto selalu berpikir untuk jauh ke depan dan tidak pernah berpikir pendek. Pak Harto juga selalu dapat menyesuaikan keadaan, ia dapat berempati dengan orang lain dan tak pernah mencampuri urusan orang lain. Seperti halnya pekerjaan, Pak Harto juga tak pernah meng-intervensi para pembantu-pembantunya. Itulah sebabnya Pak Harto bisa disebut sebagai seorang pemimpin yang arif. Kearifan Pak Harto tampak ketika ia menjalankan roda pemerintahan. Seperti pengakuan Ismail Saleh; "Saya merasa bersyukur bahwa selama menjabat Jaksa Agung (1981-1984), Presiden tidak pernah mencampuri urusan Kejaksaan. Pak Harto tidak pernah menanyakan penyelesaian suatu perkara yang sedang ditangani Kejaksaan dengan menelpon Jaksa Agung, mengeluarkan perintah tertulis atau lisan. Juga tidak pernah mengirim orang guna membicarakan sesuatu perkara. Saya benar-benar merasa independen dalam melaksanakan tugas sebagai Jaksa Agung. Contohnya adalah kasus M. Yasin yang menghina presiden dan berdasarkan bukti-bukti hukum yang kuat perkaranya dapat dilimpahkan ke pengadilan. Setelah saya pelajari 174 kasus tersebut lebih mendalam dan kemudian berkesimpulan bahwa lebih banyak mudaratnya ketimbang manfaatnya untuk diajukan ke pengadilan, maka kasus tersebut saya deponir dengan mempergunakan wewenang Jaksa Agung berdasarkan asas oportunitas. Sebelum saya putuskan untuk dideponir, terlebih dahulu saya laporkan kepada presiden. Pak Harto pada waktu itu berkata : "Saudara Yasin adalah teman seperjuangan dan tidak ada permasalahan secara pribadi. Yang dilakukan Saudara Yasin terhadap saya adalah penghinaan terhadap presiden. Namun apabila perkaranya akan dideponir, saya serahkan hal tersebut kepada Jaksa Agung." Sikap Pak Harto tersebut menunjukkan, betapa ia menghormati independensi lembaga Kejaksaan. Demikian juga lembaga-lembaga lainnya. Pemimpin Yang Lengkap dan Paripurna Sesuai dengan kategorisasi kepemimpinan dan manajemen, Pak Harto dapat disebut sebagai entrepreneurial leader dengan kualitas yang brilian. Pak Harto bisa disebut sebagai wirausaha dan sekaligus seorang manajer yang handal. Selain itu, Pak Harto juga memiliki kompetensi profesional (professional competence) yang dirasakan oleh para pembantu dan orang dekatnya, baik itu menteri maupun teman-teman dekatnya Maka secara spesifik sosok Pak Harto adalah sesosok pemimpin yang serba lengkap bertolak dari pribadinya yang : Mampu memadukan karakter jenderal dan manager puncak Menjalankan falsafah kepemimpinan Hastra Brata Menerapkan 11 Azas Kepemimpinan yang mencakup kualitas kepemimpinan sekaligus kualitas manajer Penuh sikap kekeluargaan dan memiliki sifat kebapakan Bersikap terbuka dan transparan Bersemangat ilmu padi dan selalu ngewongke orang lain Berorientasi pada kepentingan rakyat, tidak terkecuali di pedesaan Bersemangat memberdayakan dan mengembangkan SDM Berlandaskan konstitusi, namun tetap fleksibel dan dinamis Berakar kuat pada budaya bangsa Visioner, berintuisi tajam, sekaligus mempunyai informasi yang luar biasa Berani bertindak tegas kendati mengandung resiko tidak populer Mengedepankan cara-cara yang demokratis Menguasai permasalahan sampai detil Memberikan delegasi dan kepercayaan penuh kepada staf Memiliki kebersahajaan dan kesabaran yang luar biasa Memang benar. Pak Harto adalah pemimpin yang serba lengkap. Dalam istilah Waren Bennis, penulis buku Visionary Leadership, Pak Harto dapat diistilahkan juga sebagai a complete kader alias pemimpin yang paripurna. Manajemen Pak Harto sebagai Presiden, memiliki ke-canggihan dalam mengoperasionalkan manajemen. Manajemen Pak Harto tak lain dari universal manajemen atau manajemen modern, yang diperkaya luar biasa dengan fondasi nilai-nilai moral keagamaan. Dengan perkataan lain, manajemen Pak Harto dapat dimasukkan dalam cetakan manajemen modern, namun lebih kokoh lagi dari sekedar manajemen universal, karena manajemen Pak Harto diperkaya oleh nilai-nilai keagamaan dan nilai-nilai leluhur bangsa Indonesia. Kepemimpinan atau leadership dapat dipelajari bahkan ditemukan, dipupuk dan dikembangkan. Barangkali ini pulalah proses yang telah terjadi secara kumulatif pada diri Pak Harto, yang menghantarnya menjadi seorang pemimpin sejati sekaligus menajer profesional yang diperhitungkan masyarakat dunia. Bagaimana proses Pak Harto menjadi seorang profesional (dalam konteks leadership dan manajemen) itulah yang perlu diteladani dalam upaya belajar, menemukan dan mengembangkan leadership dan kemampuan manajemen yang kita miliki. Akan halnya Jenderal (Purn) Try Sutrisno, yang pernah mendampingi Pak Harto baik sebagai ajudan maupun sebagai Wakil Presiden mengungkapkan: "Secara pribadi saya berpendapat, bahwa Pak Harto merupakan figur pemimpin yang paripurna. Beliau adalah seorang Jenderal TNI yang mampu bertindak tegas, berani dan bijaksana atas dasar kebenaran, demi kepentingan bangsa dan negara, dalam setiap pelaksanaan tugas di manapun dan dalam situasi yang sesulit bagaimanapun. Beliau juga seorang negarawan yang arif dan demokratis, yang terbukti mampu membawa bangsa dan negara ke dalam suasana tenang dna stabil, yang memberikan peluang bagi pelaksanaan pembangunan nasional sebagai pengamalan Pancasila. Stabilitas nasional dan keberhasilan pembangunan nasional, ternyata telah terbukti pula mampu turut menciptakan suasana damai dan sejuk dikawasan Asia Tenggara khususnya dan dunia pada umumnya. Beliau juga merupakan seorang administrator pembangunan yang berhasil membawa rakyat mau dan mampu bangkit bergerak untuk meningkatkan harkat dan martabat kehidupannya, dalam rangka inewujudkan cita-cita nasional, menuju masyarakat adil makmur dan aman sentosa berdasarkan pancasila dan UUD 1945." Dengan kata lain menurut Try Sutrisno, sebagai pemimpin yang paripurna, Pak Harto adalah seorang Jenderal yang berani, tegas dan bijaksana. Selain itu ia juga adalah seorang negarawan yang arif dan demokratis, yang mampu mengakomodasikan berbagai pihak, baik di tingkat nasional, regional maupun glo-bal. Secara keseluruhan Pak Harto adalah seorang admnistrator pembangunan yang brilyan, yang dapat membaca kecenderungan perkembangan zaman. Lebih lanjut dikemukakan ; Semua sikap dan pandangan, serta cara berfikir, berbuat dan bertujuan yang beliau miliki mencerminkan wujud dari pengalaman beliau terhadap nilai-nilai yang beliau miliki itu berisi kemampuan dalam pengendalian diri, serta mengupayakan agar segala sesuatu senantiasa berada dalam suasana keseimbangan, keselarasan dan keserasian". Banyak memang komentar mengenai kepemimpinan Pak Harto. Termasuk juga gaya kepemimpinannya yang tidak retorik. Berbeda dengan Bung Karno yang dikenal sebagai orator ulung, Pak Harto justru bukan seorang yang ahli berpidato. Meski gayanya selalu datar, namun substansi dari isi pidato Pak Harto selalu mempunyai landasan yang kokoh. Pak Harto memang lebih banyak bekeja ketimbang berbicara. Pemimpin Yang Kompeten Dalam kepemimpinan ada tiga kriteria kepemimpinan (lead-ership criteria) yang berlaku secara universal, yang juga diistilahkan sebagai Core competence bagi seorang pemimpin sekaligus manajer profesional. Ketiga core competence tersebut adalah; 1. Penguasaan ilmu secara mendalam (depth of knowledge). Dari dimensinya sebagai sains terapan (applied science), manajemen melibatkan multi disiplin keilmuan seperti ekonomi, statistik, psikologi, teknik, pertanian, industri, sosiologi, lingkungan hidup, komunikasi dan sebagainya. 2. Kemampuan mengkorversi pengetahuan (knowledge) menjadi keterampilan (skill). Ilmu pengetahuan saja, tanpa adanya keterampilan mengaplikasikannya secara kreatif, dapat disamakan dengan kekayaan yang mubazir atau idle asset. 3. Sikap mental atau attitude yang positif sebagai motor penggerak motivasi, dan juga sebagai fondasi bagi tegaknya integritas profesional itu sendiri. Namun untuk menggambarkan kualitas dan kompetensi kepemimpinan ditambahkan lagi dengan dua kriteria lagi yakni; 4- Penguasaan wawasan yang luas (breadth of understanding), yang dengan itulah seseorang dapat memimpin dengan penuh kearifan. Inilah yang biasa diistilahkan sebagai leadership wisdom 5. Mensenyawakan visi, nilai, dan keberanian secara konsisten, yang di lingkungan dunia usaha diistilahkan sebagai kualitas kepemimpinan yang berdimensi Vision, Value, Courage. Dengan demikian, maka lengkaplah Pak Harto bila disebut sebagai pemimpin yang memiliki kompetensi yang tinggi. Seorang Yang Demokrat Dari berbagai pemikiran, ucapan dan tindakan Pak Harto selama ia memimpin, dan beberapa pemikirannya tentang demokrasi, ia dapat dikatakan sebagai seorang yang berjiwa demokrat. Pak Harto konsisten dengan pelaksanaan pembangunan politik seperti yang diamanatkan oleh UUD 1945. Bahwa, kedaulatan berada di tangan rakyat "dalam permusyawaratan dan perwakilan" sesuai dengan Pancasila. Memang, Indonesia sebagai negara yang merdeka dan berdaulat telah menetapkan sistem demokrasi dalam peme-rintahan sejak proklamasi kemerdekaannya pada tanggal 17 Agustus 1945. Dalam perjalanannya, demokrasi yang dikem-bangkan di Indonesia mengalami pasang surut pula sebagaimana yang dialami oleh kebanyakan negara yang baru merdeka. Berbagai istilah dipakai untuk mencari suatu bentuk demokrasi yang sesuai bagi kehidupan bangsa dan negara Idonesia, mulai dari demokrasi liberal, parlementer, terpimpin dan akhirnya ditemukan suatu bentuk demokrasi dengan diberi sebutan Pancasila. Pak Harto mengatakan ; Demokrasi yang diterapkan di Indonesia adalah demokrasi Pancasila. Bukan demokrasi ala barat yang liberal, dan tentu saja tidak cocok dengan nafas kehidupan bangsa kita. Jadi, demokrasi yang kita anut harus tetap berisi elemen-elemen asasi dari inti demokrasi sebagaimana dijelaskan dalam Pancasila dan UUD 1945. Dan Demokrasi Pancasila ini sesuai dengan Tap MPRS/XXXVIII/1968. Karena itu dalam menanggapi munculnya konflik sebagai salah satu ciri demokrasi, Pak Harto cenderung menekankan bahkan mungkin ingin menghilangkannya. Hal demikian sangat nampak bagaimana tanggapannya ketika pada sidang umum MPR 1987, muncul nama dua calon wakil presiden, ia nampak kurang berkenan dan kurang senang. Sebab menurut Pak Harto, demokrasi kita adalah bulat. Bukan lonjong, katanya waktu itu. Sebab dampak konflik dari kompetisi dua calon ini tak sesuai dengan demokrasi Pancasila yang kita anut, yaitu melaksanakan musyawarah dan mufakat guna menghindari konflik. Pak Harto memang seorang Demokrat. Namun bukan demokrat gaya barat, namun demokrat gaya Pancasila yang konsisten menerapkan Demokrasi Pancasila sesuai dengan ideologi Pancasila dan amanat UUD 1945 yang dianut secara konsisten. Bahwa Pak Harto sangat meyakini Demokrasi Pancasila sangat cocok diterapkan di republik ini. Demokrasi Pancasila juga mengenal kebebasan tetapi bukan kebebasan seperti di negaranegara barat melainkan kebebasan yang bertanggung jawab, artinya sesuai dengan kaidah Pancasila dan UUD 1945. 10 Pemimpin Yang Dicintai Rakyat Dalam sepanjang sejarah bangsa ini, hingga kini ada dua pemimpin besar di Republik ini. Keduanya adalah Bung Karno dan Pak Harto. Keduanya sangat dicintai rakyatnya. Demikian pula dengan Pak Harto, dengan segala kekurangan dan kelebihannya selama menjadi Presiden, toh ia masih tetap dicintai rakyat. Tak sedikit rakyat yang masih mencintai Pak Harto sebagaimana tertulis pada surat-surat berikut Pak Harto Lebih Baik Semula saya ikut mendukung reformasi untuk menurunkan Pak Harto dari jabatannya sebagai Presiden RI. Karena menurut saya, beliau sudah terlalu lama jadi Presiden dan cenderung otoriter. Tapi setelah reformasi bergulir dan Presiden berganti-ganti sudah empat kali dari B.J Habibie ke Gus Dur, dari Gus Dur ke Megawati dan dari Megawati ke SBY, saya mulai merasa menyesal karena terlalu emosional ikut menghujat Pak Harto. Ternyata beliau jauh lebih baik dari para Presiden penggantinya. Ketika Pemilu Presiden langsung, saya berharap SBY akan melakukan perubahan seperti dijanjikannya, ternyata janji-janji itu semua omong kosong. Sehingga rakyat sudah banyak yang kesal merasa dibohongi. Kemiskinan bertambah dan berbagai malapetaka pun terjadi. Saya berpikir, barangkali berbagai kejadian itu sebagai peringatan agar kita menghormati para pejuang dan or-ang tua. Jakarta, September6,2005 (Didy Satriady) Penyakit dan Bencana Penyakit dan bencana alam silih berganti terjadi akhir-akhir ini, terutama dalam satu tahun terakhir ini. Ada gempa dan tsunami, banjir, tanah longsor, kecelakaan di darat, laut dan udara. Penyakit polio dan busung lapar pun terjadi. Atas semua malapetaka itu, menurut saya, sudah waktunya bangsa ini terutama para pemimpin dan elit dan aktivis politik, memohon pengampunan dari Allah Swt, atas segala kesalahan yang tidak menghormati para pendahulu bangsa ini, termasuk mantan Presiden Soeharto, yang telah dihujat dan dinistakan pada era reformasi ini.Riau, Agustus 17, 2005 (Adi Teguh Suwanda) Terimakasih Pak Harto Saya seorang ibu rumah tangga, mengucapkan terima-kasih yang sebesar-besarnya kepada Pak Harto atas kepemimpinannya selama menjadi Presiden. Semoga beliau beserta keluarga diberi ketabahan dan kesabaran serta kekuatan iman dalam menghadapi berbagai cobaan. Gorontab, SeptemberOS, 2005 (Ny. ArbainaAbd Sani) Ibu Rumah Tangga Pak Harto Idola Saya Saya mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Pak Harto atas pengabdian dan jasa-jasanya dalam memajukan dan menyejahterakan negara ini. Walaupun beliau tidak lagi Presiden, namun saya tetap menjadikan figur beliau sebagai idola saya. Saya mendengar banyak berita buruk dan desas-desus yang menyudutkan beliau, tapi saya percaya kalau beliau tidak bersalah. Bogor, ]uni 24,2005(TitiAmaliaSL) Terukir Indah Saya sangat bersimpati dan berterimakasih atas semua pengabdian, pengorbanan dan kepedulian Pak Harto selama ini pada negeri tercinta, Indonesia. Perjuangan Pak Harto selama ini akan terukir dalam hati saya selamanya. Semoga Allah swt, memberikan kesehatan, ketenangan dan kebahagiaan kepada Pak Harto. Jakarta, Mei25, 2005 (Vindy Friyantdanie) Pernah Menolong Kami Kami merasa terenyuh, bahkan tak mampu menahan air mata ketika menyaksikan Pak Harto mengucapkan pidato singkat di TV pada Mei 1998 lalu. Bagi kami sekeluarga, Pak Harto adalah orang berhati mulia. Beliau pernah menolong kami 23 tahuti lalu, ketika kami masih di SMEA Kendal. Saat itu karena keadaan yang terpaksa, kami berkirim surat ke Cendana untuk meminta bantuan biaya sekolah. Dan kami tidak sangka, surat kami dibalas langsung almarhumah Ibu Tien, disertai nasihat mulia dan uang untuk membantu sekolah kami. Dan berkat jasa almarhumah Ibu Tien, akhirnya kami lulus tahun 1982. Sejak saat itu, jasa Pak Harto dan Ibu Tien tak mungkin kami lupakan. Kebayoran Baru, Jakarta (Yasmadi Ade Suratman) BapakWong Cilik Saya seorang anak yatim. Mungkin anak yatim seperti saya, melekat di hati Pak Harto. Pak Harto adalah idola saya. Karena semangat juang dan jiwa kepemimpinan yang layak dibanggakan. Saya tidak peduli apa kate mereka tentang Pak Harto dan keluarga. Saya tetap senang sama Pak Harto sebagai Bapake Wong Cilik. Saya bangga dengan sikap dan kepemimpinan beliau. Sragen, ]awa Tengah (Yoeni) Sikap Kenegarawanan Dari lubuk hati yang paling dalam, saya menyampaikan kesedihan yang tiada dapat terlukiskan atas keputusan Jenderal Besar HM Soeharto mengundurkan diri dari jabatan Presiden Republik Indonesia. Pak Harto menampakkan sikap kenegarawanan yang hakiki dan jiwa besar. Maka bersungkurlah air mata rakyat yang setia dan yang utama sekali diriku, yang tiada berdaya di desa. SumbawaBesar, NTB (Sobaruddh, SH) Rakyat Kecil Menangis Hari Kamis 21 Mei 1998 adalah detik-detik sangat mendebarkan bangsa Indonesia. Di satu sisi ada yang lega karena tuntutan mahasiswa tercapai dengan reformasinya, di sisi lain rakyat kecil meneteskan air mata karena Pak Harto melepaskan jabatan Presiden. Bagaimana tidak, nama Pak Harto sudah melekat di hati rakyat. Keberhasilan pembangunan di bawah kepemimpinan Beliau sudah terukir di hati rakyat, sehingga rakyat kecil sulit menerima kemundurannya. Tetapi tak apalah sekarang mundur, untuk menang kemudian. Saya percaya, pada saatnya nanti putra-putri dan cucu Pak Harto akan tampil pada kepemimpinan nasional. Purwosari Pasuruan, Jatim (SaifuUah) Ksatria Berjiwa Besar Bapak HM Soeharto adalah ksatria berjiwa besar, ksatria yang lapang dada. Kami yakin suatu hari dan suatu saat nanti kebenaran dan keadilan akan muncul dan berpihak kepada Pak Harto. Masyarakat akan merasa berdosa dan menyesal dengan tingkah lakunya sendiri, Insya Allah. Begitu pula Almarhumah Ibu Hj Tien Soeharto adalah ibu yang berjasa pada keluarga, nusa dan bangsa, pada agama dan pada sesama manusia. Semoga Allah menerima amal baiknya dan menempatkannya di tempat yang mulia. Karawang, Jawa Barat (Wasku Sugiar) Siapa yang Salah? Sejak Pak Harto mengundurkan diri, keadaan ekonomi semakin menggila. Harga-harga bersaing ke atas, sehingga tak terjangkau oleh kaum bawah. Belum lagi harga minyak, gula dan lain-lain. Orang-orang desa sangat merasakan hidup yang sulit saat ini. Dalam hal ini siapa yang salah? Sragen, Jawa Tengah (Sumini) Sekarang Sangat Prihatin Situasi sekarang membuat saya sangat prihatin. Saya yakin, sekarang ini Bapak Soeharto dalam keadaan tegar dan sabar. Orang sabar dan selalu tawakal adalah kekasih Al-lah. Caringin, LabuhanPandeglang (As'ad Surwwijaya) Tentu saja yang di atas ini hanya merupakan sebagian surat dari ribuan banyak surat lainnya kepada Pak Harto, yang notabene merupakan penghargaan dan simpati rakyat kepada mantan Pemimpinnya yang bernama Pak Harto. Sikap Politik Bebas Aktif Sikap politik yang bebas dan aktif ini memang mencerminkan konsistensi Pak Harto terhadap Pancasila dan amanat UUD 1945. Pak Harto membuktikannya dengan kembalinya Indone-sia menjadi anggota PBB, membuka kembali hubungan diplomatik dengan Malaysia dan Singapura yang sempat terputus selama era konfrontasi tahun 1964 di masa Orde Lama, juga membuka kembali hubungan diplomatik dengan RRC yang dibekukan menyusul G-30-S/PKI tahun 1965. Misalnya, dengan masuknya kembali Indonesia ke dalam PBB, pelopor berdirinya GNB, anggota OKI (Organisasi Konferensilslam), OPEC (Organisasi Negara-Negara Pengekspor Minyak), APEC (Kerjasama Ekonomi Asia Pasifik) dan Anggota G-15. Kemudian Indonesia juga menjadi pelopor pembentukan Perhimpunan Negara-Negara Asia Tenggara (ASEAN). Semula ASEAN hanya beranggotakan lima negara, kemudian bertambah menjadi sepuluh negara. Jakarta disepakati sebagai tuan rumah Sekretariat Jenderal ASEAN. Melalui ASEAN Pak Harto mengupayakan terciptanya ketentraman, rasa aman, kemajuan, kesejahteraan dan kebahagian bersama bagi segenap rakyat di kawasan ini. ASEAN menjadi kawasan yang damai, bebas dan netral. Ini menjadi konsensus bersama di antara para negara anggota ASEAN. Dalam kaitan ini, Indonesia mengedepankan konsep wawasan ketahanan nasional. Karena diyakini dengan tercapainya ketahanan nasional di masing-masing anggota ASEAN, maka akan terwujud ketahanan regional. Sejak awal menjadi Presiden, Pak Harto melangkah dengan prinsip-prinsip utama tersebut. Diplomasi Internasional Pak Harto Pak Harto adalah pemimpin yang disegani dalam percaturan diplomasi di dunia Internasional. Bahkan ia tempat bertanya bagi sebagian pemimpin negara, terutama di negara-negara Asean. Di dalam membangun hubungan dengan bangsa-bangsa lain, Pak Harto secara konsekuen menerapkan politik luar negeri yang bebas dan aktif. Pak Harto tidak ingin memihak kepada salah satu kekuatan besar dunia yang saling berhadapan. Atas konsistensi sikapnya itu, Pak Harto pun kemudian dipilih menjadi Ketua Gerakan Non-Blok (GNB). Perang dingin antara dua kekuatan adidaya (super power) berlangsung tidak lama setelah berakhirnya Perang Dunia Kedua sampai runtuhnya komunis tahun 1990-an. Dunia terbagi dalam dua kekuatan, yaitu blok Barat dan Timur, blok antara negara-negara liberal dan komunis. September 1985, Pak Harto melakukan muhibah ke Turki, Romania dan Hongaria setelah melakukan kunjungan serupa ke sejumlah negara Eropa Barat, Australia, negara-negara Asia dan Timur Tengah, dan tiga kali ke Amerika Serikat. Turki merupakan negara demokrasi dan sekuler. Sedangkan Ruma-nia, keluar tidak sepenuhnya mengikuti garis Moskow (Uni Sovyet), tetapi ke dalam sangat sentralistik (sosialis). Sementara Hongaria lebih liberal ke dalam, tetapi keluar mengikuti garis Moskow. Setelah melakukan lawatan ke ketiga negara tersebut, Pak Harto semakin meyakini Pancasila, baik sebagai dasar negara, ideologi maupun pandangan hidup bangsa Indonesia yang mempunyai kelebihan. Karena Pancasila menyelaraskan pengembangan individu dan kebersamaan. Dalam berbagai kesempatan, termasuk di depan Sidang Majelis Umum PBB di New York, Pak Harto selalu mengedepan-kan kebijakan politik luar negeri Indonesia yang bebas dan aktif, karena dinilainya paling tepat untuk menjaga kemandirian dan kemerdekaan nasional secara terhormat. Juga untuk mem-berikan sumbangan bagi perdamaian, kestabilan dan keadilan dunia. Kebijakan politik luar negeri tersebut memberi jalan untuk membangun kerjasama aktif dengan negara-negara di dunia yang benar-benar cinta damai, mengatasi bersama persoalan-persoalan di dalam mewujudkan keadilan dan kemakmuran bagi seluruh umat manusia. Pandangan dan sikap ini tercermin di dalam kebijakan pemerintahannya yang membangun persahabatan yang tulus dan kerjasama yang saling memberi manfaat dengan semua negara, tanpa membedakan sistem politik dan sosial yang mereka anut. Pak Harto, selaku Ketua GNB, selalu memperjuangkan dunia yang adil di berbagai forum internasional. Pak Harto tidak segan-segan mengkritik ketidakadilan sebagai akibat kebijakan negara-negara maju yang mengenyampingkan kepentingan negara-negara miskin dan sedang berkembang. Inilah yang selalu diperjuangkan lewat GNB dan G-15. Di dalam mewujudkan Tata Ekonomi Dunia Baru, Pak Harto terus berupaya meningkatkan kerjasama ekonomi sesama negara berkembang. Kepada para Dubes RI, selalu diingatkan bahwa mereka harus melakukan diplomasi perjuangan sejalan dengan sejarah lahirnya bangsa Indonesia. Bahwa Indonesia adalah sebuah bangsa yang besar. Penembak Misterius (Petrus) Di bawah kepemimpinan Pak Harto, pernah diterapkan pula kebijakan operasi penembakan langsung kepada para penjahat kaliber, yang waktu itu dikenal dengan istilah Petrus (Penembak Misterius). Memang pada saat itu, di tahun 1982 an, kriminalitas meningkat dengan pesat baik kuantitas maupun kualitasnya. Meresahkan masyarakat, yang tentu saja sangat tidak diharapkan oleh Pak Harto. Bagaimana pembangunan bisa berjalan jika kriminalitas dibiarkan tak terkendali. Karena itu, diluar peraturan yang berlaku, Pak Harto pun menerapkan kebijakan penembakan langsung. Dan waktu itu hampir setiap hari di berbagai tempat ditemukan mayat para penjahat, di dalam karung, tanpa diketahui siapa yang telah menembaknya. Dan harus diakui, dengan adanya operasi penembak misterius itu, berhasil mengurangi angka kejahatan secara signifikan, namun sebagian pihak yang memprotes karena mereka dihukum tanpa melalui proses peradilan, dan dianggap melanggar HAM. Namun justru sebagian besar rakyat merasakan manfaat langsung dari adanya Petrus ini. Pada waktu itu, pers ramai-ramai menulis mengenai kematian sejumlah orang (baca: penjahat) dengan menyebut penembakan misterius atau di singkat Petrus. Sebenarnya tidak misterius, karena orang-orang yang ditembak secara misterius itu adalah para penjahat yang tingkat kejahatannya melebih batas, baik itu kasus perampokan, pembununah, pemerkosaan dan lain sebagainya. Karena itu Pak Harto merasa perlu mengadakan treatmen, dan melakukan shock therapy —terapi goncangan— mayatnya ada yang ditinggalkan, supaya orang mengerti bahwa setiap perbuatan jahat masih ada yang bisa bertindak dan mengatasinya. Tindakan itu dilakukan agar bisa menumpas semua kejahatan yang sudah melampaui batas kemanusiaan. Dan dengan adanya petrus, meredalah kejahatan-kejahatan itu. Latar belakang operasi ini, tak lain Pak Harto menginginkan situasi aman, nyaman dan tenang bagi rakyat. Terbukti, banyak rakyat mendukung langkah ini karena mereka memang benar-benar merasakan manfaatnya. Bahkan lama setelah operasi Petrus, setelah Pak Harto lengser, dan ketika kriminalitas terus kembali meningkat, banyak rakyat yang menghendaki Petrus dihidupkan kembali karena manfaatnya sangat besar bagi ketenangan dan keamanan semua warga masyarakat. Kebijakan ini diambil karena Pak Harto lebih mengutamakan kepentingan rakyat yang lebih besar. Sejumlah Jasa dan Keberhasilan Pak Harto Dari pelbagai data dan fakta selama masa kepemimpinan Pak Harto jelas terurai pelbagai jasa dan keberhasilan sebagai berikut; -Tahun 1949 melakukan serangan dan menguasai Yogyakarta dari tangan Belanda selama 6 jam, yang dikenal dengan Serangan Oemoem 1 Maret. -Setelah terpilih menjadi Presiden, melakukan pem bangunan pesat selama 30 tahun melalui Repelita I sampai dengan Repelita VI. -Berhasil (melanjutkan cita-cita Bung Karno) mempersatukan cita-cita negara Non Blok untuk memperjuang kan kedaulatan negara masing-masing -Melaksanakan KTT Non Blok di Jakarta -Melaksanakan Sidang APEC di Bogor -Meningkatkan pendapatan perkapita dari tahun 1960 sebesar US$ 40 menjadi US$ 1.100 pada tahun 1997 -Meningkatkan GNP dari US$ 4 Miliar pada tahun 1968 menjadi US$ 200 miliar. -Meningkatkan usia harapan hidup dari 48 tahun pada tahun 1968 menjadi 62 tahun pada 1972. -Meningkatkan nilai pendapatan devisa US$ 500 juta pada 1968 menjadi US$ 50 miliar pada 1997 Hal lain yang perlu juga diketahui adalah berbagai keberhasilan Pak Harto baik di dalam maupun luar negeri. Di antaranya; -Tingkat pertumbuhan industri dan perdagangan yang pesat, sehingga membantu pertumbuhan makro dan mikro ekonomi, meningkatkan lapangan kerja dan mengundang investasi asing. -Swasembada pangan dilakukan dengan pembinaan usaha agriculture secara konsisten -Kontrol populasi yang ketat dengan strategi Keluarga Berencana yang tepat dan terpadu -Keamanan Bangsa yang kuat mengingat negara Indonesia yang terdiri dari ribuan pulau, puluhan suku bangsa dan multi reliji -Keamanan dan pemerintahan dalam negeri yang stabil serta pertumbuhan ekonomi yang pesat, meningkatkan citra bangsa di luar negeri hingga banyak menarik investasi asing masuk ke Indonesia Secara objektif memang banyak jasa Pak Harto terhadap bangsa dan republik ini. Bahkan, sejarah mencatat adanya fakta-fakta tentang kelebihan yang dimiliki Pak Harto sebagaimana dikemukakan dalam tulisan berikut : Dalam kertas kerja Nomor 37, Indonesia and The Washington Cansensus (Institute of defence and Strategic Studies, Singapore, 2002), Premjith Sadavisan menulis, ketika Jenderal Soeharto mulai berkuasa secara formal tahun 1967, Indonesia merupakan salah satu negara termiskin di dunia. Pada masa itu pendapatan per kapita Indonesia berkisar 70 dollar AS, atau setengah pendapatan rata-rata rakyat India dan Banglades. Namun, 30 tahun kemudian (1996) berubah menjadi 1.100 dollar AS, dua kali lebih besar dibandingkan dengan india dan tiga kali pendapatan per kapita Banglades. Pertumbuhan ekonomi selama tiga dasawarsa (1966-1996) rata-rata 6,5 persen, atau dua kali rata-rata pertumbuhan ekonomi dunia, 3 persen. Selama periode tersebut angka inflasi dari 500 persen tahun 1966 di tekan hingga satu digit. Kemajuan lebih dramatis terlihat pada indikator sosial. Usia harapan hidup yang tadinya 41 tahun (1965) naik menjadi 63 tahun (1994) sementara di tingkat kemiskinan yang mencapai 60 persen (1970) melorot menjadi 12 persen (1996). Padahal selama perode tersebut jumlah penduduk Indonesia membludak dari 117 juta jiwa menjadi 200 juta jiwa. Sekarang, setelah sewindu Soeharto lengser dan terjadi empat kali pergantian presiden, KKN tetap mengganas. Sementara pembangunan dan pertumbuhan ekonomi belum mencapai prestasi tahun 1997. Bahkan, pendapatan per kapita yang tadinya 1.000 dolar AS sekarang tinggal sekitar 850 dollar AS. Membangun Kesadaran Rakyat Siapa pun ingat pada masa kepemimpinan Pak Harto, terdapat beberapa hal yang layak juga dikemukakan dalam kaitan membangun kesadaran rakyat Indonesia seperti dicanangkannya oleh Pak Harto adanya Gerakan Disipilin Nasional (GDN), yang bertujuan meningkatkan kesadaran berdisiplin bagi masyarakat, Gerakan Nasional untuk Mencintai Produk Dalam Negeri, dengan tujuan agar masyarakat lebih suka membeli produk dalam negeri sehingga dapat meningkatkan pendapatan dalam negeri dan tidak terpengaruh pada budaya luar. Bahkan pada masa kepemimpinan Pak Harto - guna mengurangi dan meredam kecemburuan sosial - terdapat pula aturan untuk tidak mempergunakan mobil mewah di jalan-jalan. Pola hidup sederhana, Gerakan Menabung, dan mengutamakan ekspor produksi ke luar negeri, mencintai produksi dalam negeri, adalah sederet contoh betapa Pak Harto ingin menggedor kesadaran rakyat. Dan ia sendiri ikut memberikan contoh pula. Memang membangun kesadaran rakyat bagi Pak Harto adalah sangat penting. Pada kesempatan meresmikan monumen Mandala pembebasan Irian Barat dan sejumlah proyek pembangunan di Sulawesi Selatan, termasuk masjid Agung Pangkajene di Ujung Pandang tahun 1995 Pak Harto mengatakan; "Seorang muslim bukan hanya seorang yang teguh akidahnya dan tekun ibadahnya. Tapi juga seorang yang tinggi kesadarannya pada sosial dan lingkungannnya." Atau lebih lanjut Pak Harto juga mengemukakan : "Dan seperti kita ketahui, pengertian akhlak dalam agama Islam itu sangat luas. Meliputi akhlak terhadap Tuhan, ahlak terhadap sesama manusia dan akhlak terhadap alam sekitar kita " Catatan Kaki 1. Hal ini pernah dikemukakan oleh Ir. Hartato di dalam buku "Manajemen Presiden Soeharto. Penuturan 17 Menteri", tahun 1996 2. soehartocenter.com 3. Hal ini dinyatakan oleh Jenderal Wiranto ketika menjabat sebagai Panglima ABRI 4. Lihat buku "Presiden Soeharto Bapak Pembangunan Indonesia" hal 265 5. Amanat Presiden pada Upacara Peringatan HUT ABRI, 5 Oktober 1982 di Madiun, Jawa Timur 6. Hal ini diungkapkan oleh Joop Ave, mantan Menteri Pariwisata Pos dan Telekomunikasi dalam buku "Manajemen Presiden Soeharto. Penuturan 17 Menteri", tahun 1996 7. Penuturan mantan Jaksa Agung Ismail Saleh dalam buku "Proses Peradilan Soeharto, Presiden RI ke 2" tahun 2001 8. Penuturan Try Soetrisno dalam Pandangan mengenai kepemimpinan Presiden Soeharto 9. Menurut Tanri Abeng dalam Ulasan buku "Manajemen Presiden Soeharto", 1996 10. Pemikkan Politik Indonesia ditinjau dari beberapa Tokoh, Mohamtnad Rezky, ed, Program Pasca Sarjana Ilmu Politik Universitas Nasional Jakarta, 1996 11. soeharocenter.com 12. Harian Kompas, Juni 2006 13. Lihat buku "Soeharto 1998", Adian Husaini, 1996


Pustaka

SPONSOR

Pustaka

Pustaka

148